Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Melesat 7 Persen Selama Sepekan Terakhir

Kenaikan harga minyak disebabkan oleh memanasnya situasi di Timur Tengah.
Tangki minyak Aramco terlihat di fasilitas produksi di ladang minyak Saudi Aramco di Shaybah, Arab Saudi 22 Mei 2018./Reuters
Tangki minyak Aramco terlihat di fasilitas produksi di ladang minyak Saudi Aramco di Shaybah, Arab Saudi 22 Mei 2018./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah diperkirakan melonjak lebih dari 7 persen sepanjang pekan ini, didorong oleh kembali meningkatnya tensi di Timur Tengah.

Angka tersebut sekaligus menjadi pertumbuhan terbesar dalam beberapa bulan terakhir.

Pada awal perdagangan Jumat (20/9/2019), harga minyak melanjutkan kenaikan setelah muncul ketegangan baru di Timur Tengah, usai pusat pasokan minyak utama Arab Saudi mengalami serangan pada pekan lalu.

Berdasarkan data Bloomberg, hingga Jumat (20/9) pukul 13.35 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) masih menguat 0,59 persen atau 0,55 poin ke posisi US$58,68 per barel, sedangkan harga minyak mentah Brent menguat 0,59 persen atau 0,38 poin ke posisi US$64,78 per barel.

Kondisi ini terjadi selepas koalisi pimpinan Arab Saudi meluncurkan operasi militer di utara kota pelabuhan Yaman, Hodeidah. Adapun AS bekerja sama dengan negara-negara Timur Tengah dan Eropa untuk membangun koalisi mencegah ancaman Iran, selepas serangan Arab Saudi.

Stephen Innes, Ahli Strategi Pasar Asia Pasifik di AxiTrader, mengatakan kurva harga minyak ke depan masih tetap dalam posisi tawar.

“Sebab, para trader memperkirakan durasi perbaikan pada fasilitas Arab Saudi yang rusak, mengingat sifat kompleksnya, membutuhkan waktu yang tak sebentar,” ujarnya seperti dilansir Reuters, Jumat (20/9).

Setelah dua fasilitas pemrosesan minyak milik Saudi Aramco diserang pesawat tanpa awak pada akhir pekan lalu, produksi minyak Arab Saudi turun hampir separuhnya.

Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz telah berjanji untuk untuk mengembalikan produksi yang hilang pada akhir bulan ini. Dia pun berkomitmen mengembalikan kapasitas produksi ke 12 juta barel per hari pada akhir November 2019.

AS dan Arab Saudi menuduh Iran atas serangan tersebut, sebuah tuduhan yang disangkal oleh Teheran.

Sementara itu, di AS, hujan deras akibat Topan Imelda memaksa kilang besar untuk memangkas produksi dan menutup pipa minyak utama, terminal, serta kanal kapal di Texas.

Pasar global juga mengawasi negosiasi perdagangan AS-China di Washington, ketika para pejabat dari kedua belah pihak kembali memulai pembicaraan untuk pertama kalinya dalam hampir dua bulan pada Kamis (19/9).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper