Bisnis.com, JAKARTA – Serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi mampu mendongkrak saham perusahaan minyak dan gas pada perdagangan Senin (16/9/2019). Meski demikian bursa saham Eropa tertekan meningkatnya kekhawatiran geopolitik di kalangan investor.
Berdasarkan data Reuters, indeks Stoxx 600 Eropa ditutup melemah 0,6 persen, mematahkan rangkaian kenaikan beruntun selama empat hari perdagangan sebelumnya. Adapun bursa saham Jerman yang sensitif terhadap isu perdagangan melemah 0,7 persen.
Sementara itu, indeks minyak dan gas melonjak 2,8 persen sekaligus mencatat kenaikan persentase terbesar sejak Januari 2019, setelah serangan terhadap raksasa minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, pada Sabtu (14/9) mengganggu lebih dari 5 persen pasokan minyak global.
Alhasil harga minyak melonjak sebanyak 20 persen, dengan minyak mentah Brent membukukan kenaikan intraday terbesar sejak krisis Teluk 1990-1991 sebelum mengikis sebagian kenaikannya.
Kondisi ini membantu bursa saham Norwegia yang sangat berkaitan dengan energi naik tajam 1,65 persen, didorong oleh Equinor dan Aker BP.
Saham perusahaan-perusahaan minyak besar seperti BP, Shell, dan Total melonjak antara 2,5 persen dan 4 persen, sedangkan saham Tullow Oil naik 8,4 persen setelah perusahaan ini mengatakan berencana untuk mengebor tiga atau lebih sumur eksplorasi di Guyana.
Namun sebagian besar indeks sektoral utama lainnya di Eropa turun, dengan saham Airbus dan pengekspor barang-barang mewah Prancis merosot setelah Uni Eropa mengakui akan menghadapi tarif dari pemerintah Amerika Serikat (AS) dalam perselisihan jangka panjang mengenai subsidi pesawat.
Saham Airbus turun 3,4 persen, sedangkan LVMH, Christian Dior dan Hermes turun antara 2,8 persen dan 4,5 persen.
“Meski ada kenaikan kuat untuk saham minyak, indeks kapitalisasi yang lebih besar, lebih likuid, lebih tinggi di Eropa barat dengan kaitan global terkuat semuanya lemah," tulis Ken Ondeluga dari City Index dalam catatannya.
"Sepertinya investor menilai situasi memiliki potensi untuk lebih membebani lanskap geopolitik yang sudah dilanda isu perlambatan ekonomi global, Brexit dan perdagangan,” tambahnya.
Menambah beberapa indikator yang lesu dari China pekan lalu, produksi industri negara berekonomi terbesar kedua di dunia itu tumbuh pada laju terlemahnya dalam 17,5 tahun pada bulan Agustus.
Sementara itu, setelah Bank Sentral Eropa memangkas suku bunga lebih dalam ke wilayah negatif dan meluncurkan kembali langkah pembelian obligasi, perhatian pasar akan tertuju pada pertemuan kebijakan Federal Reserve AS pekan ini.
The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya dan memberi sinyal pergerakan lebih lanjut.