Bisnis.com, JAKARTA - Analis menilai perubahan dalam aturan pembiayaan modal oleh pemerintahan China dapat meningkatkan belanja infrastruktur hingga 10% pada paruh kedua tahun ini sehingga menumbuhkan prospek kenaikan permintaan logam, termasuk tembaga.
Analis JP Morgan Natasha Kaneva mengatakan bahwa dari tiga sektor yang mendapatkan perlakuan modal istimewa, sektor utilitas menjadi satu-satunya sektor yang investasinya terkontraksi sepanjang tahun berjalan.
"Oleh karena itu, jika investasi infrastruktur tambahan akan dihabiskan untuk sektor utilitias China, ini dapat menghasilkan 500.000 ton permintaan tembaga tambahan," ujar Natasha dalam risetnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (30/7/2019).
Sebagai informasi, Bank Sentral China pada Jumat (26/7/2019) merilis rancangan perarturan tentang pembiayaan modal terhadap beberapa sektor perusahaan.
Sentimen tersebut pun menjadi katalis positif bagi harga tembaga berjangka seiring dengan prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed dan kekhawatiran pasar terhadap tekanan baru pasokan tembaga.
Natasha mengatakan, logam dasar tampaknya akan fokus terhadap sentimen kebijakan moneter yang akan diluncurkan ECB dan The Fed, mengantisipasi adanya pelonggaran lebih lanjut.
Baca Juga
"Sementara narasi tentang perang dagang kemungkinan akan terus surut, menguatnya permintaan infrastruktur akan membuat pasar tembaga, aluminium, dan seng semakin mengetat dalam beberapa bulan mendatang," papar Natasha.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (29/7/2019), harga tembaga berjangka di bursa London berhasil kembali diperdagangkan di level US$6.000, yaitu di level US$6.018 per ton telah menguat 0,92%.
Di sisi lain, Goldman Sachs mengatakan bahwa kemacetan produksi tembaga di smelter China menambahkan sinyal meningkatnya kekhawatiran pasokan untuk pasar logam yang sudah terlihat menghadapi kekurangan pada tahun ini.
Oleh karena itu, prospek meningkatnya permintaan di tengah pasokan yang ketat akan mencerahkan jalur tembaga yang sebelumnya dibayangi prospek bearish.