Bisnis.com, JAKARTA -- Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Roy Edison Maningkas menyebut investasi proyek blast furnace berpotensi merugikan perusahaan pelat merah itu.
Baca Juga
Hal ini disampaikannya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (23/7/2019). Roy mengaku telah menyampaikan dissenting opinion atas proyek tersebut kepada Kementerian BUMN sekaligus permohonan pengunduran dirinya sebagai Komisaris Independen perusahaan baja itu.
Ketua Komite Pengembangan Usaha dan Risiko Krakatau Steel itu menuturkan investasi untuk proyek yang dimulai sejak 2011 ini telah membengkak, dari rencana semula Rp7 triliun menjadi US$714 juta atau setara Rp10 triliun.
Fasilitas blast furnace yang mampu menghasilkan hot metal 1,1 juta ton per tahun, juga berpotensi merugikan perseroan senilai Rp1,3 triliun per tahun. Harga pokok produksi slab yang dihasilkan dari fasilitas blast furnace diklaim lebih mahal US$82 per ton dari harga pasar.
Sehingga, menurut Roy, beroperasinya fasilitas blast furnace dipaksakan. Apalagi, keamanan fasilitas itu diragukan karena belum memiliki gas holder.
"Sekitar 4 pekan lalu, fasilitas ini akan segera beroperasi. Saya langsung sampaikan tidak setuju dan menyatakan dissenting opinion. Alasannya karena fasilitas blast furnace ini dibuat dengan tambal sulam," terangnya.
Roy menyoroti pengujian fasilitas blast furnace yang semestinya dilakukan selama 6 bulan untuk menguji keandalan dan keamanan, dipaksakan selesai dalam 2 bulan. Pengujian selama 2 bulan karena bahan baku yang terbatas.
Potensi kerugian proyek tersebut dipandang dapat memengaruhi kinerja emiten berkode KRAS itu ke depannya. Pernyataan dissenting opinion yang disampaikannya diharapkan dapat menjadi perhatian bagi Kementerian BUMN untuk menyelamatkan uang negara.
"Proyek ini over Rp3 triliun tanpa tahu hasilnya. Jika diteruskan rugi Rp1,3 triliun per tahun, tetapi jika tidak diteruskan kehilangan Rp10 triliun," imbuh Roy.