Bisnis.com, JAKARTA - Kekhawatiran mengenai gangguan cuaca di negara produsen utama, yaitu Brasil telah membawa harga kopi Arabika global berhasil menembus level terkuatnya dalam 7 bulan terakhir.
Data Bloomberg memperlihatkan, harga kopi Arabika kontrak pengiriman September 2019 di Intercontinental Exchange ditutup rebound dengan menguat 3,65% atau 4,00 poin ke posisi US$113,65 per pon, Rabu (3/7/2019).
Perolehan itu berhasil menutup penurunan pada sesi perdagangan sebelumnya, karena harga komoditas ini berada di level US$109,65 per pon.
Hasil itu sekaligus menempatkan harga kopi Arabika berada di level tertinggi sejak November tahun lalu, yang saat itu berada di level US$122,25 per ton, pada 17 November 2018.
Kekhawatiran pelaku pasar meningkat terhadap gangguan caca dingin yang berpotensi memicu cuaca beku di Brasil, produsen kopi terbesar di dunia. Tahun ini, suhu dingin diperkirakan melanda Brasil selatan dan tengah dalam beberapa hari mendatang. Kemudian, embun beku kemungkinan akan terjadi di beberapa daerah penghasil kopi, tetapi kemungkinan tidak akan menyebar dan intens.
Weather forecaster Radiant Solutions melaporkan, suhu di Brasil jauh di bawah suhu rata-rata yang diperkirakan Jumat lalu. “Hal itu mengancam akan meningkatkan ancaman es."
Baca Juga
Para dealer mengatakan, harga kopi telah didukung oleh kekhawatiran tentang cuaca dingin di Brasil. “Industri tidak panik sama sekali tentang cuaca dingin ini, tetapi harga secara keseluruhan masih cukup murah, sehingga pasar membutuhkan semacam [penyeimbangan kembali]. Kami mungkin kembali ke posisi semestinya, jika melihat fundamental-fundamental,” kata seorang trader.
Sementara itu, industri kopi yang suram di Zimbabwe mendapatkan kejutan dari perusahaan seperti Nestle yang bersedia membayar biji kopi premium mereka.
Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organization) melaporkan, pada April tahun ini, ekspor kopi dunia naik 4,6% menjadi 10,73 juta kantong (1 kantong setara 60 kilogram atau sekitar 130 pon) dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, ekspor dalam 7 bulan pertama musim 2018/2019 mencapai 74,01 juta kantong, dibandingkan dengan 70,89 juta kantong pada periode yang sama sebelumnya.
Untuk permintaan telah tumbuh pada tingkat rata-rata 2,2% dalam 5 tahun terakhir. Namun, produksi global diperkirakan akan melampauinya dengan estimasi 3,41 juta kantong pada musim 2018/2019. Hal itu menjadikan tahun surplus kedua berturut-turut.