Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk mundur membuat proyeksi pergerakan pound sterling pada tahun ini akan semakin suram.
Ketidakpastian di sekitar Brexit menjadi lebih tinggi mengingat posisi kepala pemerintahan yang akan memimpin Inggris untuk keluar dari benua biru kosong.
Seperti diketahui, Perdana Menteri Theresa May telah menyampaikan dirinya akan mengundurkan diri pada 7 Juni 2019 karena gagal membawa Inggris melalui Brexit. Adapun, proposal yang dibawa oleh Theresa May ditolak sebanyak tiga kali oleh Parlemen Inggris dan akhirnya membuat Brexit mundur dari jadwal semula.
Hingga saat ini, bursa calon Perdana Menteri (PM) Inggris yang baru telah memiliki tujuh kandidat yang siap menggantikan Theresa May.
Seperti Menteri Kesehatan Matt Hancock, mantan Menteri Brexit Dominic Raab, mantan pemimpin House of Commons Andrea Leadsom, mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Boris Johnson, Menlu Jeremy Hunt, International Development Secretary Rory Stewart, serta mantan Menteri Tenaga Kerja dan Pensiun Esther McVey.
Seperti dilansir dari Reuters pada Minggu (26/5/2019), diperkirakan ada 12 kandidat yang masuk bursa pencalonan. Pasalnya, masih ada beberapa nama yang diproyeksi ikut dalam kompetisi ini, termasuk Menteri Lingkungan Hidup Michael Gove.
Baca Juga
Ahli Strategi Danske Bank A/S Lars Merklin mengatakan bahwa stabilitas pound sterling setelah pengunduran diri Theresa May adalah pertanda bahwa Hard-Brexit bukan menjadi kesimpulan sementara.
Dia mengharapkan mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini akan bergerak di sekitar levelnya saat ini ketika pasar mencoba mencerna hasil pemilihan parlemen Uni Eropa yang sedang berlangsung dan menguraikan berbagai skenario Brexit yang mungkin terjadi.
"Ini benar-benar permainan probabilitas, selanjutnya adalah untuk mengetahui bagaimana Boris Johnson dan calon perdana menteri lainnya akan membawa Inggris untuk keluar dari UE," ujar Lars Merklin seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (26/5/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (24/5/2019), pound sterling ditutup berbalik menguat 0,23% melawan euro menjadi 88,14 pence per euro, menghentikan penurunan lebih dari 3,5% sejak 3 Mei.
Adapun, pound sterling telah mengalami rekor penurunan beruntun terhadap euro sepanjang bulan ini karena terbebani oleh kekhawatiran pasar bahwa kandidat terkuat perdana menteri Inggris, Boris Johnson, akan mengeluarkan Inggris dari UE bahkan tanpa kesepakatan sekalipun.
Sementara itu, terhadap dolar AS poundsterling bergerak menguat 0,45% menjadi US$1,2714 per pound sterling.
Kepala Investasi UBS Global Wealth Management Mark Haefele mengatakan bahwa saat ini terdapat potensi perpanjangan lain terhadap batas waktu Brexit yang dapat menyebabkan pemilihan cepat atau referendum lain.
"Kami kembali merekomendasikan investor untuk mempertimbangkan menambahkan hedge fund untuk melindungi terhadap pelemahan pound sterling lebih lanjut, kami pikir masih terlalu dini untuk melepaskan dana tersebut," ujar Mark dalam risetnya seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (26/5/2019).
Pihaknya melihat meningkatnya peluang bahwa Inggris akan dipaksa untuk meminta Uni Eropa menunda kembali tenggat waktu Brexit.