Bisnis.com, JAKARTA - Harga tembaga berhasil rebound pada perdagangan Selasa (14/5/2019) akibat aksi beli oleh investor seiring dengan jatuhnya tembaga ke level terendah selama 15 bulan karena meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (14/5/2019) pukul 14.28 WIB, harga tembaga di bursa Comex menguat 0,57% menjadi US$273,45 per pon, rebound dari level terendahnya 15 bulan di sesi sebelumnya.
Sementara itu, harga tembaga di bursa Shanghai melemah 0,44% menjadi 47.510 yuan per ton dan harga tembaga di bursa London pada penutupan Senin (13/5/2019) melemah 1,88% menjadi US$6.011 per ton.
Ahli Strategi Komoditas ANZ Daniel Hynes mengatakan bahwa aksi jual oleh investor sedikit berlebihan sehingga pihaknya curiga terdapat pembelian oportunistik. Walaupun demikian, pergerakan tembaga tersebut diperkirakan masih terbatas seiring dengan situasi makro global secara keseluruhan membebani laju tembaga.
"Ada peluang bagus, kita bisa melihat beberapa kerugian yang kita lihat selama beberapa hari terakhir pulih, tetapi saya pikir penguatan ini hanya terbatas sampai ada kejelasan seputar perjanjian perdagangan antara AS dan China," papar Daniel seperti dikutip dari Reuters, Selasa (14/5/2019).
Pada sesi perdagangan sebelumnya, harga tembaga global tertekan oleh kekhawatiran pasar atas prospek perlambatan ekonomi global dan konsumsi bahan baku seiring dengan kebuntuan negosiasi perdagangan AS dan China.
Baca Juga
Akibat sentimen tersebut, tembaga di bursa London kembali menyetuh level US$6.000 per ton. Padahal, menurut Ketua Chile Antofagasta Plc Jean-Paul Luksic tembaga akan bergerak naik 5% hingga 10% lebih tinggi jika tidak terdapat eskalasi perang dagang AS dan China.
Saat ini, situasi perang tarif perdagangan AS dan China semakin memanas seiring dengan China membalas kebijakan kenaikan tarif impor dari AS.
China bakal menaikkan tarif impor untuk barang-barang AS senilai US$60 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 Juni 2019. Hal tersebut untuk membalas AS yang telah lebih dulu menaikkan tarif impor 25% untuk barang-barang China senilai US$200 miliar.
Menurut analis Wood Mackenzie Yanting Zhou, penerapan tarif 25% untuk barang-barang berbahan dasar tembaga dapat mengurangi permintaan China sebesar 0,5% secara tahunan.
Adapun, China merupakan negara konsumen logam terbesar di dunia, sehingga penurunan permintaan dari China akan sangat mempengaruhi permintaan tembaga global.
Wood Mackenzie juga mengatakan eskalasi perang dagang dipastikan akan memperlambat pertumbuhan global menjadi hanya tumbuh 2,3% pada 2019 dibandingkan dengan 2,9% pada tahun lalu.