Bisnis.com, JAKARTA — Emiten perkebunan, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJT) mampu memproduksi CPO sebesar 52.224 ton pada kuartal I/2019 atau naik 3,9% dari periode sebelumnya.
Direktur Keuangan Austindo Nusantara Jaya Lucas Kurniawan mengungkapkan, dalam laporan operasional untuk kuartal I/2019, perseroan telah memproduksi tandan buah segar sebesar 148.796 ton atau turun 0,4% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, produksi palm kernel (PK) naik 6,5% di 11.312 ton dibandingkan periode yang sama di 2018. “Produksi CPO pada kuartal I/2019 tumbuh 3,9% dari periode yang sama tahun sebelumnya,” ungkapnya saat dihubungi, Senin (22/4/2019).
Lucas menambahkan, menjelang Ramadan tahun ini, perseroan belum mencatatkan peningkatan konsumsi atau penjualan yang signifikan. Menurutnya, produksi CPO di dalam negeri banyak diserap oleh konsumen dalam negeri juga terutama untuk biodiesel.
Mengutip laporan keuangan 2018, perseroan mencatatkan pendapatan sebesar US$151,70 juta pada 2018, turun 6,24% dibandingkan dengan capaian 2017 sebesar US$161,80 juta. Lebih lanjut, emiten dengan kode saham ANJT ini, mencatatkan rugi bersih US$491.612 pada 2018, berbanding terbalik dengan 2017 yang masih mengantongi laba bersih senilai US$46,54 juta.
Sebelumnya, Lucas mengatakan bahwa kinerja perseroan yang tertekan pada tahun lalu karena turunnya harga CPO. Dia mengatakan, harga jual rata-rata CPO turun 17,91% menjadi US$504 per metrik ton pada 2018. Selain itu, harga jual rata-rata palm kernel sebesar US$381 per metrik ton pada 2018, lebih rendah dibandingkan dengan harga jual rata-rata 2017 sebesar US$507 per metrik ton.
Penjualan CPO dan palm kernel bekontribusi 98,8% terhadap total pendapatan perseroan pada 2018. Sementara itu, pendapatan dari segmen sagu sebesar US$744.700 atau berkontribusi 0,49% terhadap total pendapatan.
Lebih lanjut, segmen energi terbarukan menyumbang US$555.500 untuk pendapatan 2018, lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$4,8 juta. Sementara itu, segmen edamame menyumbang US$445.700, naik 24,6% dari US$357.600 pada 2017.
Lucas mengatakan, perseroan menyiapkan strategi guna mendorong kinerja perseroan pada tahun ini lebih positif dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perseroan akan melakukan penundaan beberapa pengeluaran belanja modal pada tahun ini karena mempertimbangkan dengan harga jual CPO yang masih rendah.
Dalam laman Bursa Malaysia, harga CPO untuk kontrak Juli 2019 terkontraksi 19 poin menuju 2.171 ringgit per ton. Selain itu, pada kontrak Agustus 2019, harga CPO terkontraksi 13 poin menuju level 2.188 ringgit per ton.