Bisnis.com, JAKARTA—PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan outlook PT Agung Podomoro Land Tbk. menjadi negatif.
Dalam riset Pefindo yang dikutip pada Selasa (16/4/2019), Pefindo menegaskan peringkat untuk PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) tetap pada idA- dan menurunkan outlook menjadi negatif. Penurunan outlook ini karena APLN cenderung bergantung pada pinjaman perbankan.
"APLN lebih banyak bergantung pada pinjaman untuk kebutuhan modal kerjanya (capex) yang digunakan untuk penyelesaian proyek, di tengah kinerja pra-penjualan yang lebih rendah daripada yang diharapkan," kata Yogie Perdana dan Christyanto Wijaya melalui siaran pers.
Pada saat yang bersamaa,n Pefindo juga menegaskan peringkat obligasi I/2014 sebesar Rp750 miliar, yang akan jatuh tempo pada 6 Juni 2019 pada idA-. APLN berencana untuk membayar obligasi jatuh tempo tersebut menggunakan pendanaan eksternal.
Tingkat leverage APLN yang diukur dengan rasio utang terhadap EBITDA meningkat signifikan menjadi 6,6x pada akhir 2018, dari sebelumnya hanya 3,7x pada 2017, dan rata-rata dari tahun 2014-2017 sebesar 3,4x. Akibatnya, interest coverage APLN yang diukur menggunakan EBITDA terhadap beban bunga, turun menjadi 1,6x pada 2018, dari sebelumnya berkisar 2,7x-2,8x pada 2014-2017.
Ketidakmampuan APLN untuk menurunkan leverage dan meningkatkan interest coverage ke tingkat yang sebanding dengan level perusahaan properti berperingkat A- dalam 12 bulan ke depan bakal memicu penurunan peringkat.
APLN berencana akan melepas satu atau lebih properti investasinya pada 2019, di manaperusahaan telah menyelesaikan transaksi penjualan atas aset hotel Sofitel Bali pada Maret 2019.
Obligor dengan peringkat idA memiliki kemampuan yang kuat dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya. Walaupun demikian, kemampuan obligor mungkin akan terpengaruh oleh perubahan buruk keadaan dan kondisi ekonomi dibandingkan obligor dengan peringkat lebih tinggi.
Tanda kurang (-) menunjukkan bahwa peringkat yang diberikan relatif lemah dan di bawah rata-rata kategori yang bersangkutan. Peringkat di atas mencerminkan posisi bisnis APLN yang kuat di industri properti, kualitas aset yang baik, dan pendapatan berulang APLN yang terus bertumbuh yang dapat memberikan ketahanan finansial di saat kondisi pasar properti yang sulit.
Faktor-faktor yang membatasi peringkat adalah leverage keuangan yang tinggi yang menyebabkan proteksi arus kas perusahaan menjadi lemah, risiko eksekusi terkait dengan proyek reklamasi, dan karakteristik industri properti yang sensitif terhadap perubahan keadaan makro ekonomi.
"Kami dapat menurunkan peringkat jika APLN menunjukkan utang yang lebih besar dari yang diharapkan tanpa dikompenssi dengan pendapatan dan EBITDA yang lebih tinggi, mengakibatkan leverage keuangan yang lebih agresif dan proteksi arus kas yang lebih lemah," tambah Yogie.
Hal ini termasuk dengan skenario dimana terdapat biaya tambahan dari proyek reklamasi sebagai akibat dari keterlambatan penyesuaian harga jual kepada pelanggan.
Di sisi lain, Pefindo juga dapat menurunkan peringkat, jika APLN gagal merealisasikan penjualan asetnya, sebagai upaya untuk menurunkan leverage dan mendanai penyelesaian proyeknya.
Sementara itu, kinerja pra-penjualan APLN yang lemah dapat menghambat visibilitas pendapatan di masa yang akan datang dan gagal untuk menyelesaikan properti investasi tepat waktu seperti yang direncanakan untuk menggantikan kerugian dari penjualan aset yang mana dapat menekan peringkat.
Namun, Pefindo dapat merevisi outlook menjadi stabil jika APLN dapat menurunkan leverage dan meningkatkan proteksi arus kas secara berkelanjutan.