Bisnis.com, JAKARTA — Produksi minyak mentah Venezuela pada Maret tahun ini merosot tajam ke level 870.000 barel per hari karena sanksi dari Amerika Serikat dan pemadaman listrik.
Artinya, produksi minyak negara Amerika Latin ini turun sebanyak 270.000 barel per hari dibandingkan dengan perolehan pada Februari 2019 sebanyak 1,14 juta bph.
Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) melaporkan, Kamis (11/4/2019), perkiraaan produksi tersebut lebih rendah dari laporan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) sehari sebelumnya.
Venezuela menyatakan, kepada OPEC bahwa mereka telah memompa 960.000 barel per hari bulan lalu, turun hampir 500.000 barel per hari dari Februari tahun ini.
"Pemadaman [listrik] ini merupakan tantangan tambahan untuk sektor minyak Venezuela, yang telah mundur akibat keruntuhan ekonomi, korupsi, salah urus dan [baru-baru ini] oleh sanksi Amerika Serikat," kata IEA yang berbasis di Paris dalam laporan bulanannya, dikutip dari Reuters, Kamis (11/4/2019).
Pemadaman listrik skala besar menghantam Venezuela pada awal Maret lalu. Presiden Nicolas Maduro menuding oposisi ada di balik masalah ini dengan menyabotase pembangkit listrik. Negara di Amerika Latin ini sering mengalami pembangkit listrik seiring dengan krisis yang menderanya.
Di lain pihak, OPEC, Rusia dan produsen minyak non-OPEC lainnya sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari mulai 1 Januari selama 6 bulan. Mereka dijadwalkan bertemu pada 25-26 Juni untuk memutuskan apakah akan memperpanjang perjanjian.
IEA mengatakan, pembatasan sukarela dari kesepakatan itu dan pengurangan produksi oleh Venezuela telah menyebabkan produksi OPEC turun 550.000 barel per hari pada Maret menjadi 30,1 juta barel per hari, dari 30,6 juta bph pada Februari tahun ini. Selain itu, IEA juga mempertahankan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global untuk 2019 pada level 1,4 juta barel per hari.
Meskipun masih awal tahun, IEA juga melihat, pusat-pusat utama pertumbuhan permintaan minyak berkinerja positif. Di China, ekonomi tampaknya bereaksi terhadap langkah-langkah stimulus pemerintah. Hal yang sama juga terlihat di India.
Persoalan lainnya, kekhawatiran tentang pembicaraan perdagangan antara AS dan China masih ada. Sebab kedua negara belum menemukan solusi untuk perselisihan mereka tentang perdagangan.
Mengutip Bloomberg, hingga pukul 17.16 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate melemah 0,96% atau 0,62 poin menjadi US$63,99 per barel, sedangkan harga minyak Brent melemah 0,74% atau 0,53 poin menjadi US$71,20 per barel.