Peran Sawit Terhadap Neraca Perdagangan Negara
Bagaimana perkembangan produksi sawit hingga kini?
Sawit berkembang luar biasa, pada 2008 produksi sawit sekitar 18 juta ton—20 juta ton. Namun, sekarang ini sudah mencapai 47 juta ton. Dari total tersebut, kita ekspor 32 juta ton. Jadi yang sekitar 15 juta ton untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk kebutuhan minyak mentah, industri, dan termasuk biodiesel.
Ke mana saja tujuan ekspor sawit Indonesia?
Negara tujuan ekspor terbesar kita adalah India dengan total 6,7 juta ton. Namun, realisasinya memang sedikit menurun dibandingkan dengan 2017 yang mencapai lebih dari 7 juta ton. Kemudian, tujuan ekspor terbesar yang kedua adalah Uni Eropa yaitu 4,7 juta ton. Realisasinya memang besar, karena gabungan dari sekitar 26 negara. Jadi, sebenarnya realisasinya masih jauh jika dibandingkan India yang hanya satu negara tetapi ekspornya mencapai 6,7 juta ton. Setelah itu, di posisi ketiga ada China 4,4 juta ton, dan Afrika juga menjadi pasar potensial yang bisa kita kembangkan. Ada juga Bangladesh yang menjadi pasar potensial.
Apakah produk yang diekspor itu hanya berupa bahan baku?
Tidak, karena ekspor bahan baku hanya 22% yaitu berbentuk CPO [crude palm oil], sedangkan lainnya sudah dalam bentuk turunan, baik yang dikenal RBDPO [refined, bleached, deodorized palm oil] atau minyak goreng, serta produk lainnya. Jadi kalau mau jujur ekspor kita sebagian besar sudah produk hilir yang ada nilai tambahnya. Namun, sebagian besar jenis produknya memang masih RBDPO.
Secara terperinci ekspor pada 2018 totalnya sekitar 30 juta ton. Yang diekspor dalam CPO hanya 22%, produk olahan 74%, dalam bentuk oleokimia 3%, dan biodiesel 1%. Produk olahan itu, umumnya adalah bahan baku minyak goreng. Jadi produk kelapa sawit sudah sejalan dengan rencana pemerintah soal penghiliran. Memang akan lebih bagus jika produk hilir bisa lebih dihilirkan lagi, misalnya, dalam bentuk sabun atau kosmetik. Namun, produk hilir berupa barang siap pakai itu biasanya dikerjakan oleh perusahaan besar seperti Unilever, Nestle, dan sebagainya.
Bagaimana peranan sawit terhadap neraca perdagangan Indonesia?
Menurut catatan kami neraca perdagangan kita pada 2018 tekor, atau negatif US$8,4 miliar. Ternyata yang menyebabkan hal itu ialah tingginya impor migas yang mencapai US$22,4 miliar. Adapun, ekspor minyak kelapa sawit mencapai US$20,15 miliar. Bisa dibayangkan kalau tidak ada devisa dari kelapa sawit, maka neraca perdagangan kita bisa semakin tekor. Pada 2017, kita masih positif ada US$11,8 miliar, dan itu disumbangkan sawit sekitar US$22 miliar. Sebenarnya kalau tahun 2018 harga sawitnya bagus seperti pada 2017, maka nilai ekspor kita akan jauh lebih tinggi, sebab volume ekspor kita pada 2018 meningkat jika dibandingkan 2017.