Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minyak Dunia Makin Menghangat, Sentimen Negatif Masih Mengintai

Harga minyak global menguat ke level tertinggi tinggi dalam 5 terakhir, pada perdagangan Senin (8/4/2019). Hal tersebut didukung oleh pemangkasan produksi global, sanksi AS kepada Iran dan Venezuela, dan data data pekerja AS.
Harga Minyak WTI/Reuters
Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak global menguat ke level tertinggi tinggi dalam 5 terakhir, pada perdagangan Senin (8/4/2019). Hal tersebut didukung oleh pemangkasan produksi global, sanksi AS kepada Iran dan Venezuela, dan data data pekerja AS.

Data Bloomberg menunjukkan, hingga pukul 10:01 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate menguat 0,60% atau 0,38 poin pada level US$63,46 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis Brent menguat 0,60% atau 0,42 poin pada level US$70,76 per barel.

Kedua harga acuan minyak dunia itu telah menyentuh level tertingginya sejak November tahun lalu pada level US$70,76 dan US$63,48 per barel.

Bank AS J.P. Morgan dalam rilisnya dikutip dari Reuters, menyatakan, harga minyak Brent telah meningkat lebih dari 30% sejak awal tahun, disokong oleh pemangkasan produksi global OPEC untuk 4 bulan, dan proyeksi permintaan yang meningkat sejalan dengan optimisme perundingan dagang antara AS dan China.

Sejumlah trader mengatakan, data tenaga kerja AS yang kuat dari Jumat pekan lalu, juga ikut membantu penguatan pasar Asia pada Senin pagi. Sementara itu, konsultan energi FGE menyatakan, pemangkasan produksi OPEC menunjukkan, kelebihan pasokan menghilang dan pasar menganggapnya sehat.

“Pasar dalam kondisi siap untuk harga [brent] tumbuh pada kisaran US$75  per barel atau lebih tinggi,” katanya.

Di samping itu, sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela juga memicu kenaikan harga minyak global. Sanksi tersebut diperkirakan dapat memangkas 500.000 barel per hari ekspor dari ekspor minyak Venezuela.

“Ditambah pengurangan keringanan [sanksi] Iran dan harga dapat naik secara substansial.”

Meski begitu, ada sejumlah faktor yang berpotensi melemahkan harga minyak pada akhir tahun ini. Salah satunya, Rusia. Sekutu OPEC ini tampak setengah hati memangkas produksi. Menteri Energi Alexander Novak mengatakan, produksi minyak Rusia dapat bertambah lagi jika kesepakatan pemangkasan dengan OPEC tidak diperpanjang sebelum 1 Juli mendatang.

Produksi minyak Rusia mencapai rekor tertinggi 556 juta ton, atau 11,16 juta barel per hari (bph), tahun lalu. Di Amerika Serikat, produksi minyak mentah mencapai rekor 12,2 juta barel per hari pada akhir Maret.

Ekspor minyak mentah AS juga meningkat, menembus 3 juta barel per hari untuk pertama kalinya awal tahun ini. "Dengan jaringan pipa Permian yang baru [dari Juli], kita dapat melihat peningkatan 500.000 hingga 600.000 barel per hari dalam ekspor AS," kata FGE.

Masih ada kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi global, terutama jika China dan Amerika Serikat gagal menyelesaikan sengketa perdagangan mereka dengan cepat.

"Permintaan [perdagangan] global telah melemah, dan tarif yang ada pada pengiriman barang China ke AS memberikan hambatan tambahan. Meskipun begitu, langkah-langkah stimulus moneter China kemungkinan akan mendukung pertumbuhan selama 2019," kata lembaga pemeringkat kredit Moody's pada Senin (8/4/2019). 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper