Bisnis.com, JAKARTA – PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. telah melakukan sejumlah aksi korporasi sepanjang 2018 demi meningkatkan nilai perusahaan. Berikut aksi korporasi berupa akuisisi dan divestasi yang dilakukan perusahaan Sandiaga Uno tersebut.
Chief Financial Officer Saratoga Lanny Wong mengatakan, kinerja perseroan ditopang oleh beberapa aksi korporasi seperti, akuisisi dan divestasi pada beberapa sektor seperti, sumber daya alam dan konsumer.
“Kami sudah berkomitmen untuk memperkuat tiga pilar yakni, sumber daya alam, konsumer, dan infrastruktur,” ujarnya.
Pada sektor sumber daya alam, perseroan telah melakukan akuisisi Kestrel Coal Mine milik Rio Tinto pada 1 Agustus 2018. Aksi akuisisi itu dilakukan melalui PT Adaro Energy Tbk. dan EMR Capital Ltd., perusahaan private equity yang memiliki spesialisasi di sektor pertambangan.
Selain itu, Saratoga juga melakukan akuisisi strategis pada dua aset tambang yakni, akuisisi saham mayoritas Finders Resources Ltd dan proyek emas Pani Greenfield. Perseroan mengakuisisi itu melalui PT Merdeka Copper Gold Tbk.
Finders Resources adalah perusahaan yang memiliki tambang tembaga yang beroperasi di Pulau Wetar, Nusa Tenggara Barat, sedangkan Pani Greenfield memiliki proyek di Gorontalo, Sulawesi Utara.
Baca Juga
Pada sektor konsumer, Saratoga telah menyelesaikan divestasi PT Federal Karyatama, pemegang merek Federal Oil, kepada Exxon Mobil dengan nilai US$436 juta. Aksi divestasi itu melalui PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk.
Menakar Potensi Bidang Teknologi
Sementara itu, Saratoga juga melakukan investasi anyar pada 2018 yakni, pembelian saham PT Aneka Gas Industri Tbk. Saat ini, perusahaan Sandiaga itu memiliki saham sebanyak 7% di emiten berkode AGII tersebut.
Selain itu, Saratoga juga melirik potensi investasi pada sektor teknologi, termasuk merambah perusahaan rintisan berbasis teknologi. Perseroan akan berinvestasi pada sektor teknologi melalui mitra investasi.
Presiden Direktur Saratoga Michael Soeryadjaya mengatakan, perseroan yakin sektor teknologi memiliki prospek yang menjanjikan di masa depan. Hal itu seiring dengan disrupsi teknologi dalam gaya hidup masyarakat.
Lanny menuturkan, perseroan memang terbuka dengan pelaung baru seperti, sektor teknologi.
“Di tengah investasi yang terus berlangsung, kami berharap portofolio bisnis Saratoga tetap solid dan tumbuh berkelanjutan,” ujarnya.
Pada 2018, Saratoga mencatatkan kerugian senilai Rp6,2 triliun. Adapun, total pendapatan perseroan senilai Rp1,1 triliun, senilai Rp900 miliar berasal dari pendapatan dividen.