Bisnis.com, JAKARTA — Produsen kakao dan coklat PT Wahana Interfood Nusantara Tbk. mengalami kelebihan permintaan hingga 9 kali dari seluruh saham yang ditawarkan.
Direktur Utama Wahana Interfood Nusantara Reinald Siswanto mengatakan, perseroan mengalami kelebihan permintaan 9 kali dari seluruh saham yang ditawarkan. Menurutnya, kelebihan permintaan ini menunjukkan industri consumer goods, khususnya makanan minuman, memiliki prospek yang bagus.
Apalagi, kata dia, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia memprediksikan perkembangan industri makanan minuman dapat tumbuh di atas 9% pada tahun ini.
"Kami oversubscribed 9 kali dari IPO," katanya usai pencatatan perdana saham di Bursa Efek Indonesia, Rabu (20/3/2019).
Setelah listing, emiten dengan kode saham COCO ini akan menggunakan hasil dana IPO sebesar Rp33,2 miliar untuk belanja modal. Hasil dana IPO setelah dikurangi biaya emisi, sekitar 23,03% digunakan untuk belanja modal berupa tanah seluas 6.280 meter persegi yang berlokasi di Jalan Raya Parakan Muncang-Tanjungsari, Desa Mekarbakti, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Lebih lanjut, sekitar 15,81% digunakan untuk pembayaran uang muka kepada kontraktor untuk membangun pabrik seluas 2.291,60 meter persegi di Jalan Raya Parakan Muncang-Tanjungsari, Desa Mekarbakti, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pembangunan pabrik direncanakan mulai Juni 2019.
Sementara itu, 61,16% sisanya akan digunakan sebagai pembayaran uang muka pembelian mesin baru untuk produksi. Total nilai pembelian mesin baru sebesar Rp18,56 miliar.
Baca Juga
COCO akan memiliki total kapasitas sebesar 10.600 ton pada 2021 setelah penambahan mesin baru, dari kapasitas saat ini sebesar 6.000 ton.
"Setelah IPO, kami akan gunakan seluruhnya untuk capex. Pada tahun depan, mesin sudah mulai jalan. Dan pada 2021, mesin akan beroperasi penuh," imbuhnya.
Perseroan yang dikenal dengan merek dagang Schoko ini memasang target penjualan sekitar Rp200 miliar pada 2019, naik 31,56% dibandingkan dengan realisasi penjualan 2018 sebesar Rp152 miliar. Adapun, laba 2019 ditarget sebesar Rp4 miliar, naik 33,33% dibandingkan dengan realisasi laba 2018 sebesar Rp3 miliar.
Dia optimistis dapat meningkatkan penjualan seiring konsumsi coklat di Indonesia yang masih rendah yakni 400 gram per tahun per orang.
"Setelah [mesin baru] beroperasi penuh pada 2021, penjualan bisa mencapai Rp250 miliar dan laba Rp11 miliar," katanya.