Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Saham Negara Ini Satu-satunya yang Memble di Asia Sepanjang 2019

Euforia pascapemilu yang historik di Malaysia pada Mei tahun lalu tampaknya telah memudar. Pasar saham negara ini menjadi satu-satunya di Asia yang membukukan kinerja negatif sepanjang 2019.
BUrsa Asia/Reuters
BUrsa Asia/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Euforia pascapemilu yang historik di Malaysia pada Mei tahun lalu tampaknya telah memudar. Pasar saham negara ini menjadi satu-satunya di Asia yang membukukan kinerja negatif sepanjang 2019.

Indeks acuan FTSE Bursa Malaysia KLCI telah turun lebih dari 1% sepanjang tahun ini, satu-satunya penurunan di kawasan Asia. Sementara itu, bursa saham negara-negara tetangganya yakni Singapura dan Indonesia masing-masing telah naik 4% dan 3%.

Kecil kemungkinan tren tersebut akan berubah ketika investor menantikan inisiatif pemerintah Malaysia untuk mengurangi defisit anggaran, memberantas korupsi, dan meningkatkan daya beli.

“Hal tersebut terus menyertai ke manapun negara itu akan menuju, ini semacam menjadi tugas pemerintah untuk mengarahkannya,” ujar Jalil Rasheed, direktur investasi yang berbasis di Singapura di Invesco Asset Management.

“Siapa pun yang mengambil pandangan jangka panjang di Malaysia selama lima hingga 10 tahun ke depan harus cukup bersabar untuk dua hingga tiga tahun ke depan,” tambahnya, seperti dilansir Bloomberg.

Menteri Keuangan Malaysia Lim Guan Eng menyerukan para investor untuk membeli aset-aset Malaysia saat ini, sebelum harganya menjadi mahal begitu situasi fiskal kembali ke jalurnya dalam tiga tahun.

Pemerintahan baru telah melancarkan sejumlah mode pengaturan, seperti membatalkan dan meninjau proyek-proyek bernilai miliaran dolar sambil mengganti puluhan CEO di perusahaan-perusahaan yang terkait dengan negara.

Langkah itu menyebabkan pertumbuhan turun menjadi 4,7% tahun lalu, sementara pemerintah menargetkan kenaikan menjadi 4,9% pada 2019. Namun para ekonom tidak begitu optimistis dan memprediksikan pertumbuhan bakal hanya mencapai 4,5%.

Serangkaian laporan kinerja keuangan perusahaan pun belum banyak membantu. Laporan keuangan sejumlah perusahaan di antaranya Axiata Group Bhd. dan Nestle Malaysia Bhd. meleset dari estimasi.

“Kita perlu melihat kegelisahan kembali ke pasar negara berkembang sehingga investor menghargai sifat defensif [saham] Malaysia,” ujar Sean Gardiner, pakar strategi Asia Tenggara di Morgan Stanley, Singapura.

Untuk menarik investor, negara ini telah meluncurkan rencana ekonomi lima tahun yang diperbarui. Rencana ini menjanjikan transparansi dan reformasi kelembagaan.

Pemerintah berjanji untuk mengatasi pertumbuhan produktivitas, merampingkan pengeluaran negara guna mencegah korupsi, serta memperluas ruang fiskal dengan meningkatkan kepatuhan pajak.

“Namun, bicara itu mudah, dan sekarang ini tentang implementasi. Jelas ada banyak risiko eksekusi, risiko implementasi, dan risiko politik,” tutur Alexander Chia, kepala riset ekuitas regional di RHB Bank Bhd.

Ini, terangnya, bukan hal yang unik bagi Malaysia, karena perubahan-perubahan dalam pemerintahan di beberapa negara lain juga harus membuat pasar sahamnya bergulat terlebih dahulu sebelum menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Contoh saja, indeks Sensex S&P BSE India yang membukukan penurunan 5% pada tahun setelah menggelar pemilu pada 2014. Namun indeks ini kemudian naik 2% pada 2016 dan bahkan 28% pada 2017.

Transisi Kekuasaan

Kasus untuk Malaysia mungkin diperumit dengan harapan transisi kekuasaan dari Perdana Menteri Mahathir Mohamad kepada Anwar Ibrahim, seperti yang dijanjikan Mahathir sebelum ia memenangkan pemilu tahun lalu.

Anwar, yang memimpin partai terbesar dalam koalisi yang berkuasa, mengatakan Mahathir telah menegaskan akan adanya perubahan pada Mei 2020.

Dua tokoh yang pernah berseteru ini telah menunjukkan persatuan mereka di depan publik. Anwar menunjukkan dukungannya pada pemerintahan Mahathir saat ini. Di sisi lain, Anwar sendiri sudah tidak sabar untuk kembali terjun ke kancah politik.

Meski mengatakan akan menghabiskan satu tahun jauh dari politik sejak dibebaskan dari penjara pada Mei tahun lalu, Anwar kembali berkampanye untuk kursi parlemen hanya berselang lima bulan kemudian.

“Sulit untuk memiliki pandangan positif ketika ada pertikaian politik dan pandangan lemah tentang pertumbuhan karena pengetatan fiskal,” ujar Alan Richardson, regional fund manager di Samsung Asset Management Co., Hong Kong.

“Tampaknya ada rasa frustrasi dengan kurangnya manfaat nyata di bawah pemerintahan baru dan bayang-bayang politik berbasis ras,” tambah Richardson berpendapat.

Kelesuan itu bisa bertahan hingga menjelang akhir 2019, ketika pasar saham Malaysia dapat menemukan alasan untuk naik jika pemerintah memetakan pengeluaran yang lebih baik dari yang diperkirakan dalam rencana anggaran tahun depan.

“Jika semuanya berjalan sesuai rencana, Malaysia bisa menjadi cahaya terang dari pasar negara berkembang. Semuanya tergantung pada pelaksanaan,” tandas Rasheed dari Invesco.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper