Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Manajer Investasi Belum Melirik IDX80

Sejumlah manajer investasi masih belum tertarik untuk meracik produk reksa dana dengan acuan atau benchmark menggunakan indeks anyar dari Bursa Efek Indonesia yakni IDX80.
Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia bersama dengan Asosiasi Bank Agen Penjual Efek Reksa Dana meluncurkan Program National Campaign Reksa Dana 2019 di Jakarta, Selasa (22/1/2019)./Bisnis/Muhammad Ridwan
Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia bersama dengan Asosiasi Bank Agen Penjual Efek Reksa Dana meluncurkan Program National Campaign Reksa Dana 2019 di Jakarta, Selasa (22/1/2019)./Bisnis/Muhammad Ridwan

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah manajer investasi masih belum tertarik untuk meracik produk reksa dana dengan acuan atau benchmark menggunakan indeks anyar dari Bursa Efek Indonesia yakni IDX80.

Direktur Utama PT Majoris Asset Management Zulfa Hendri mengatakan bahwa pihaknya masih menahan diri untuk membuat produk yang menggunakan underlying asset IDX80. Perseroan masih mempelajari lebih lanjut karakteristik IDX80 karena indeks tersebut memiliki jumlah saham yang banyak.

“Saya kira bagus, itu cocok untuk investor yang memang ingin sebuah produk reksa dana yang karakternya lebih stabil. Namun, tentu tantangannya ada pada likuiditas transaksinya nanti,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (23/1).

 Sementara itu, CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk merilis produk yang menggunakan indeks acuan BEI. Namun demikian, perseroan masih melakukan evaluasi untuk menentukan indeks acuan yang akan digunakan.

“Kami masih evaluasi apakah menggunakan IDX80, masih evaluasi lebih lanjut,” katanya.

Guntur mengatakan bahwa ada sejumlah tantangan dalam menjual produk reksa dana dengan mengacu pada indeks IDX80. Dia menilai, jumlah saham yang terlalu banyak dalam sebuah indeks akan membuka peluang tidak likuidnya sejumlah saham.

“Karena tradingnya selama jam bursa , jangan sampai kejadian ada size besar masuk, tiba-tiba ada saham [urutan] 60–80 yang likuiditasnya tidak ada, berarti tidak bisa dibeli. Itu saya kira challangenya di situ” paparnya.

Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management mengatakan bahwa pihaknya sedang mempelajari dan melihat kebutuhan para nasabah terlebih dahulu. Menurutnya, untuk menerbitkan portofolio yang mengacu indeks dengan konstituen yang besar seperti IDX80 membutuhkan dana yang besar.

“Tantangannya adalah minimal dana untuk portofolio dengan 80 saham, supaya efektif setidaknya perlu Rp50 miliar–Rp100 miliar di awal-awal,” ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (23/1/2019).

Selain itu, Rudiyanto mengatakan bahwa perlu analisis lebih lanjut untuk melihat peluang kinerja indeks IDX80.

Sebagai informasi, IDX80 akan mulai efektif diperdagangkan pada 1 Februari 2019. IDX80 adalah indeks yang mengukur performa harga dari 80 saham-saham yang meiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.

BEI telah melakukan pemilihan 80 saham dari 150 saham berdasarkan total nilai transaksi di pasar reguler selama 12 bulan terakhir.

Dalam menentukan 80 saham terpilih sebagai konstituen IDX80, bursa melakukan seleksi dengan mempertimbangkan sejumlah faktor seperti likuiditas, frekuensi transaksi, jumlah hari transaksi di pasar reguler, dan kapitalisasi pasar saham free float dan juga termasuk fundamental perusahaan tersebut.

Selain itu, konstituen pada IDX80 ini seluruhnya adalah konstituen free floatmenggunakan rujukan sumber data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

Kepala Riset dan Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Verdi Ikhwan menjelaskan bahwa pembuatan indeks baru ini dilatarbelakangi oleh keinginan BEI dan fund manager untuk membuat sebuah indeks yang tidak hanya digunakan sebagai sebuah acuan, tetapi juga digunakan sebagai sebuah produk.

“Mereka pengen satu indeks yang jumlahnya tidak terlalu banyak [konstituennya] tapi juga cukup mewakili pasar,  jadi bahwa yang IDX80 ini manfaatnya untuk fund manager-fund manager portofolio mereka untuk active fund,” ujarnya di Jakarta, Rabu (23/1/2019).

Setelah diluncurkan, Verdi mengungkapkan bahwa pihak BEI akan melakukan peninjauan berkala yakni melakukan pemilihan konstituen pada review mayor atau pada Februari dan Agustus.

Sementara itu itu peninjauan pada review minor atau pada Mei dan November dilakukan untuk memantau batasan (cap) bobot satu saham dalam indeks paling tinggi adalah 9% atau rebalancing.

“Kenapa 9%? Karena aturan di OJK kalau dia mau bikin reksa dana indeks batasan satu saham tidak boleh lebih dari 10%,” jelasnya.

 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper