Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan awal pekan ini, Senin (21/1/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 49 poin atau 0,35% di level Rp14.227 per dolar AS, dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Jumat (18/1), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berakhir rebound dengan penguatan 14 poin atau 0,1% di level Rp14.178 per dolar AS, mengakhiri pelemahan dua hari berturut-turut.
Nilai tukar rupiah mengawali pekan ini di zona merah saat dibuka melemah 35 poin atau 0,25% di level Rp14.213 per dolar AS pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.205 – Rp14.230 per dolar AS.
Dilansir Bloomberg, rupiah tergelincir di tengah rencana Pemerintah Indonesia mengatakan akan menaikkan pajak impor untuk mempersempit defisit perdagangan.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan Indonesia siap untuk menaikkan pajak impor lagi jika gagal meningkatkan ekspor untuk mengendalikan defisit perdagangan yang membengkak, seperti dikutip Bloomberg.
Rupiah melemah sejalan dengan mayoritas mata uang di Asia yang juga melemah terhadap dolar AS, dipimpin won Korea Selatan yang melemah 0,55% dan peso Filipina yang turun 0,47%. , sedangkan nilai tukar yen Jepang menguat 0,12%.
Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang terpantau menguat 0,039 poin atau 0,04% ke level 96,375 pada pukul 16.44 WIB.
Pergerakan indeks dolar sebelumnya dibuka dengan kenaikan tipis 0,013 poin atau 0,01% di level 96,349, setelah pada perdagangan Jumat (18/1) ditutup menguat 0,28% atau 0,271 poin di posisi 96,336.
Dilansir Reuters, harapan untuk resolusi tensi perdagangan AS-China, sikap Federal Reserve AS yang terdengar lebih dovish, serta optimisme bahwa Inggris dapat menghindari Brexit tanpa kesepakatan adalah beberapa faktor yang telah memicu kembalinya selera investor terhadap aset berisiko.
“Indeks dolar jelas berada di jalur pemulihan. Mata uang itu terjebak dalam tren penurunan pada awal Januari tetapi sekarang sedang diburu kembali terhadap mata uang sejenisnya seperti yen, euro, pound, dan dolar Australia,” kata Junichi Ishikawa, pakar strategi valas senior di IG Securities di Tokyo.
“Apakah 'sentimen aset berisiko' saat ini yang mendukung dolar AS dapat berlanjut akan bergantung pada bagaimana pendapatan kinerja keuangan perusahaan di AS terlihat nanti,” lanjutnya.
Menurutnya, Amerika Serikat dan China masih terganjal isu-isu perdagangan. Sementara itu, politik AS yang bergejolak masih tetap menjadi faktor risiko potensial utama.