Bisnis.com, JAKARTA – Emiten unggas, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) mengantongi pendapatan sementara sekitar Rp34 triliun pada 2018 atau tumbuh 15,5% year on year.
Direktur Japfa Comfeed Indonesia Koesbyanto Setyadharma mengatakan, angka penjualan sementara mencapai Rp34 triliun. Dia mengatakan angka tersebut sesuai dengan konsensus dan masih sejalan dengan harapan perseroan.
"Perkiraan sementara, angka penjualan kami senilai Rp34 triliun. Apabila dibandingkan dengan 2017 maka terjadi peningkatan sebesar 15,5%," katanya kepada Bisnis, Jumat (18/1/2019).
Adapun realisasi pendapatan yang dikantongi JPFA pada 2017 senilai Rp29,6 triliun, atau naik 9,38% secara tahunan. Pertumbuhan pendapatan pada 2018 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan 2017.
Berdasarkan konsensus Bloomberg, proyeksi pendapatan emiten unggas ini senilai Rp34 triliun, atau tumbuh 14,87% sepanjang 2018. Nyatanya, pertumbuhan pendapatan yang dikantongi JPFA sepanjang 2018 mencapai 15,5% atau lebih tinggi dari konsensus Bloomberg.
Pada 2019, konsensus memproyeksikan pendapatan JPFA bakal mencapai Rp37,23 triliun, atau naik 9,48%. Konsensus meproyeksikan, pertumbuhan pendapatan emiten unggas ini pada 2019 bakal lebih lamban dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, konsensus laba bersih JPFA pada 2018 dan 2019 masing-masing senilai Rp2,28 triliun dan Rp2,52 triliun, masing-masing diproyeksikan tumbuh 128,98% dan 10,66%.
Pada tahun ini, JPFA mengalokasikan belanja modal senilai Rp3 triliun untuk kegiatan usaha perunggasan. Adapun sekitar 20%--25% dari belanja akan digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan dan sebagian besar sisanya untuk kegiatan usaha perunggasan dan kegiatan terkait lainnya dengan catatan akan disesuaikan dengan perkembangan pasar tahun ini.
Dia menambahkan, kinerja perseroan cukup bagus pada 2018, akan tetapi pada tahun ini harus tetap berhati-hati mengingat nilai tukar rupiah terhadap dolar masih melemah.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin, menuliskan dalam riset, secara triwulanan, harga rata-rata DOC kuartal IV/2018 mencapai level tertinggi 2018. Harga DOC yang cukup bertahan di level tertinggi pada 2018 memiliki hubungan dengan permintaan yang kuat. Akan tetapi juga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga DOC.
Pertama, produktivitas industri yang lebih rendah karena pembatasan penggunaan AGP (antibiotic growth promoters) dan kedua, harga pakan lebih tinggi.
Kendati begitu, Mimi memproyeksikan harga DOC cenderung tetap tangguh hingga semester I/2019, mengingat periode puasa dimulai pada awal Mei. Dia mempertahankan rekomendasi netral di sektor unggas.
Terlepas dari harga live bird dan DOC yang baik di Desember 2018, Mimi memperkirakan harga akan kembali normal pada kuartal I/2019, sejalan dengan normalisasi permintaan pasca musim perayaan. Hal yang menjadi perhatian, yakni adanya kemungkinan penurunan margin kotor di tengah harga jagung lokal yang lebih tinggi.
Mimi merekomendasikan beli untuk saham JPFA dengan target harga Rp2.600 per saham, dengan price per earning 2019 mencapai 10 kali. Sementara itu, margin bersih dan return on equity JPFA 2019 masing-masing mencapai 7,1% dan 22,7%.