Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap sejumlah mata uang utama, di antaranya pound sterling Inggris, pada perdagangan siang ini, Selasa (15/1/2019), akibat terbebani ekspektasi berhentinya siklus pengetatan suku bunga tahun ini oleh Federal Reserve AS.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang dunia melemah 0,08% atau 0,072 poin ke level 95,538 pada pukul 14.18 WIB.
Indeks mulai melanjutkan pelemahannya dengan dibuka turun 0,044 poin atau 0,05% di level 95,566 pagi tadi, setelah pada perdagangan Senin (14/1) berakhir terkoreksi 0,06% atau 0,060 poin di posisi 95,610.
Dilansir Reuters, kekhawatiran seputar ekonomi AS yang kehilangan tenaga dan juga kontraksi tak terduga dalam perdagangan China telah memicu kekhawatiran tentang perlambatan global yang tajam.
Sentimen ini diperkirakan akan menahan The Fed dari pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut tahun ini.
“Ada ketidaknyamanan yang kuat bagi dolar AS mengingat ekspektasi [sikap dovish] The Fed. Selama 6-12 bulan ke depan, tren dolar akan menjadi lebih rendah,” ujar Sim Moh Siong, pakar strategi mata uang di Bank of Singapore.
Pekan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell pada Kamis (10/1) menegaskan kembali pandangan bahwa bank sentral AS tersebut memiliki kemampuan untuk bersabar dalam kebijakan moneter mengingat inflasi tetap stabil.
Powell juga menurunkan prediksi pejabat The Fed Desember lalu yang menunjukkan bahwa suku bunga akan dinaikkan sebanyak dua kali tahun ini.
"Tidak ada jalur yang ditetapkan sebelumnya untuk suku bunga, terutama saat ini. Jika pertumbuhan global melambat, Saya dapat meyakinkan Anda ... kami dapat secara fleksibel dan cepat mengalihkan kebijakan, dan kami dapat melakukannya secara signifikan jika itu sesuai,” ungkap Powell.
Pasar kini berspekulasi bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun ini.
Di sisi lain, kinerja mata uang pound sterling Inggris akan menjadi fokus pasar menjelang pengambilan suara soal kesepakatan Brexit di Parlemen Inggris pada Selasa malam (15/1) waktu setempat.
Perdana Menteri Inggris Theresa May harus memenangkan perolehan pengambilan suara di dalam parlemen demi mendapatkan persetujuan atas kesepakatan Brexitnya atau menghadapi risiko kisruh bagi Inggris dari Uni Eropa.
Sejauh ini peluang bagi May untuk memenangkan perolehan suara terlihat sangat tipis. May perlu mengamankan 318 suara untuk menang.
“Menariknya, para spekulan bertaruh bahwa hasil ini dapat mengarah pada kemungkinan penundaan Brexit dari 29 Maret hingga Juli (setelah pemilihan Parlemen Uni Eropa pada bulan Mei) untuk memungkinkan pemilihan baru atau referendum kedua,” ujar Philip Wee, pakar strategi mata uang di DBS, dalam risetnya.
Nilai tukar pound sterling terpantau lanjut menguat 0,29% ke posisi US$1,2901 pada pukul 14.28 WIB, setelah berakhir naik 0,16% di level 1,2864 pada perdagangan Senin (14/1).
Namun analis lain memperkirakan pound akan terpukul jika May kehilangan suara dengan selisih yang lebar.
“Kehilangan 100 atau lebih suara adalah kekalahan besar tetapi ada beberapa wacana bahwa dia [May] bisa kehilangan 200 suara. Kekalahan besar akan menyebabkan penurunan pada pound sterling dan dapat membawanya ke bawah level US$1,25,” terang Kathy Lien, direktur pelaksana strategi mata uang di BK Asset Management.
Posisi indeks dolar AS
15/1/2019 (Pk. 14.18 WIB) | 95,538 (-0,08%) |
14/1/2019 | 95,610 (-0,06%) |
11/1/2019
| 95,670 (+0,14%) |
10/1/2019 | 95,539 (+0,34%) |
9/1/2019
| 95,219 (-0,71%) |
Sumber: Bloomberg