Bisnis.com, JAKARTA – Emiten petrokimia terintegrasi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. optimistis margin EBITDA perseroan pada tahun depan akan membaik setelah tertekan kenaikan harga minyak dunia sepanjang tahun ini.
Dari kenaikan harga minyak dunia tersebut, harga bahan baku utama perseroan yaitu naphta ikut meningkat. Berdasarkan catatan perseroan, selama Januari—September 2018 harga naphta telah meningkat 21,4% ke level US$686 per ton.
Akibatnya, margin EBITDA emiten dengan sandi TPIA tersebut tertekan menjadi 17% pada 9 bulan pertama 2018, dari 24% pada periode sama tahun lalu. Margin laba bersih pun tertekan menjadi 9% dari 14% secara yoy.
Head of Investor Relations Chandra Asri Petrochemical Harry tamin mengatakan bahwa karakter industri perseroan yang berbasis komoditas membuat TPIA memiliki siklus pergerakan tersendiri yaitu mengikuti harga komoditas dunia.
“Namun di regional ini, acuan rentang margin ebitda adalah 12%—15% sehingga posisi kami masih sangat healthy. Posisi net cash kami juga masih sangat kuat untuk membiayai ekspansi ke depan,” ungkap Harry di Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Dari kenaikan harga minyak dunia di tahun ini, TPIA pun membukukan koreksi pada laba bersih. Berdasarkan laporan keuangan, entitas anak PT Barito Paciic Tbk. tersebut membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan pada pemilik entitas induk sebesar US$174,59 juta, turun 30,22% secara yoy.
Direktur Chandra Asri Petrochemical Suryandi menyampaikan bahwa pada akhir tahun ini, harga minyak mulai menunjukkan penurunan. Kondisi ini diharapkan dapat berlangsung hingga tahun depan sehingga mendorong kinerja margin yang lebih tinggi dibandingkan tahun ini.
“Mungkin gambarannya [pergerakan harga minya] bisa kami jelaskan lagi pada kuartal I/2019 namun kami harap harga minyak di tahun depan tidak lagi fluktuatif sehingga akan [margin] produk akhir kami akan menyesuaikan,” ungkap Suryandi.
Untuk meminimalkan dampak negatif dari fluktuasi harga komoditas, perseroan akan tetap menjaga tingkat utilisasi pabrik-pabrik TPIA di atas 90%. Dengan peningkatan kapasitas dan diversifikasi produk, skala ekonomi perseroan pun saat ini lebih tahan banting terhadap harga komoditas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, Suryandi menyebut perseroan juga melakukan manajemen ketat pada tingkat utang sehingga kinerja tidak terbebani bunga yang berisiko menggerus profit operasional.