Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berburu Saham Salah Harga, Saham Perbankan Undervalued

Kinerja IHSG yang kini mulai berbalik memasuki tren penguatan menjadi momentum untuk mengoleksi sejumlah saham salah harga, di mana fundamental dan kinerja yang positif tidak selaras dengan harga yang berada di bawah nilai wajar.

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja IHSG yang kini mulai berbalik memasuki tren penguatan menjadi momentum untuk mengoleksi sejumlah saham salah harga, di mana fundamental dan kinerja yang positif tidak selaras dengan harga yang berada di bawah nilai wajar.

Kendati mengalami koreksi sepanjang tahun berjalan 2018, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksi membaik pada akhir tahun, terdorong oleh mulai pulihnya kepercayaan diri pasar, momentum window dressing, dan ekspektasi meredanya sentimen dan konflik global.

Sepanjang tahun berjalan 2018, IHSG terkoreksi 2,80%. Pada penutupan perdagangan, Kamis (13/12), indeks ditutup di level 6.177,72 atau menguat 1,02%. Pada 19 Februari, indeks menyentuh level tertinggi di 6.689 dan terus melorot ke posisi terendah sepanjang tahun ini pada 3 Juli di level 5.633.

Sementara itu, jika dihitung dari titik terendah tahun ini hingga penutupan perdagangan kemarin, IHSG sudah menguat 9,65%.

Hingga akhir November, investor asing masih mencatat jual bersih Rp45,16 triliun secara year-to-date. Namun, pada November, IHSG sudah menunjukkan tren penguatan, di mana investor asing tercatat beli bersih Rp7,82 triliun.

Adapun, total transaksi saham yang dilakukan oleh perusahaan sekuritas sepanjang November 2018 mencapai Rp370,89 triliun, naik 19,33% dibandingkan dengan Oktober senilai Rp310,81 triliun.

Chief Economist and Investment Strategic Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina menilai, saham yang saat ini undervalued ada di sektor perbankan, terutama bank pelat merah, sektor otomotif, dan telekomunikasi.

Selain itu, ada beberapa sektor yang menurutnya cukup menjanjikan untuk dikoleksi karena akan menanjak pada tahun depan yakni properti dan konstruksi. “Saham konstruksi beberapa jatuh dan berpotensi untuk terus menguat,” katanya, Kamis (13/12/2018).

Sementara itu, valuasi saham properti, katanya, sangat rendah sehingga potensi untuk meningkat cukup besar. Katarina menambahkan, usai Pemilihan Presiden kepercayaan konsumen untuk membeli properti akan pulih. Alhasil, saham sektor ini akan mampu memberikan cuan kepada investor.

Kepala Riset Narada Kapital Indonesia Kiswoyo Adi Joe mengungkapkan saham salah harga pada sejumlah emiten dipicu oleh kebijakan investasi investor asing.

Saham-saham blue chip, menurutnya, biasanya menjadi incaran investor asing. Beberapa waktu lalu, dana asing banyak keluar sehingga harga saham blue chip cukup murah. Saat ini, asing mulai kembali masuk sehingga potensi menanjaknya saham emiten di kelas ini cukup terbuka.

“Untuk emitennya, kami rekomendasikan TLKM dan HMSP yang akan mengerek window dressing karena harga saat ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga akhir tahun lalu.”

Kiswoyo menambahkan, siklus investasi yang sering terjadi di pasar saham adalah investor asing masuk terlebih dahulu ke saham blue chip. Kondisi ini berdampak pada naiknya harga saham perusahaan-perusahaan jumbo.

Mengingat harga blue chip yang terlalu mahal, akhirnya investor mengincar saham second liner yang kemudian harganya terkerek naik. “Siklus ini telah terjadi di bursa saham terutama sejak indeks berada di bawah 6.000 kemarin,” ujarnya.

Sementara itu, Valdy Kurniawan, Analis Phintraco Sekuritas, mengatakan koreksi yang terjadi pada emiten-emiten berfundamental kuat sepanjang tahun ini disebabkan karena tidak tercapainya ekspektasi investor yang terlampau tinggi pada awal tahun ini. Investor pun kemudian melakukan penyesuaian ulang terhadap portofolio investasi mereka.

“Ini jadi salah satu pemicu penurunan harga yang signifikan, meskipun secara kinerja terbaru sudah relatif membaik pada kuartal III/2018,” katanya, Rabu (12/12).

LAPIS KEDUA

Adapun, di kalangan saham lapis kedua, Janson Nasrial, Senior Vice President Royal Investium Sekuritas, merekomendasikan saham-saham sektor konstruksi, terutama emiten pelat merah, misalnya PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PP (Persero) Tbk. (PTPP), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI).

“Saat ini, price earning ratio (PER) dan price to book value (PBV) semua dalam posisi yang rendah. Padahal, pertumbuhan laba mereka pada kuartal III/2018 cukup tinggi, berkisar antara 15%-18%.

Penyebab harga saham-saham konstruksi undervalued, katanya, karena arus kas bebas yang masih negatif akibat karakter proyek infrastruktur yang ditangani. Proyek infrastruktur pemerintah harus ditalangani oleh kontraktor terlebih dahulu sehingga pendapatan baru akan diakui setelah proyek selesai, atau anggaran dari pemerintah dicairkan.

Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido menyebutkan, secara statistik, saham di sektor konstruksi berada pada puncaknya pada periode Desember dan Januari. Dengan demikian, saat ini merupakan momentum tepat bagi investor untuk mulai melakukan akumulasi beli.

“Konstruksi sudah murah sekali, dan ini menarik untuk dikoleksi karena sudah lama salah harga. Desember-Januari mereka akan bagus tetapi kemudian biasanya Februari mulai goyah lagi.”

Terkait dengan saham-saham yang baru melantai alias initial public offering (IPO), Kevin mengaku masih kesulitan untuk memberikan rekomendasinya. Sebab biasanya saham-saham IPO hanya ramai ditransaksikan pada awal-awal tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Setelah 6 bulan berselang, sambungnya, biasanya volume transaksi saham IPO sangat sepi karena mayoritas investor tidak mau melepas kepemilikannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper