Bisnis.com, JAKARTA — Pembelian reksa dana pada sisa tahun ini diyakini akan marak seiring dengan adanya momentum window dressing dan mulai pulihnya kondisi pasar modal.
Adapun, investor reksa dana melakukan aksi ambil untung atau pencairan dana sepanjang November 2018. Setelah sempat mencatatkan net subscription pada 2 bulan terakhir, industri reksa dana nasional kembali mencatatkan net redemption.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total subscription pada November 2018 senilai Rp40,82 triliun, sedangkan redemption mencapai Rp42,23 triliun. Dengan demikian, net redemption sepanjang November tercatat Rp1,4 triliun.
Sementara itu, nilai aktiva bersih atau NAB industri per akhir bulan lalu mencapai Rp499,52 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 0,84% dibandingkan dengan total NAB bulan sebelumnya yang senilai Rp495,33 triliun.
Membaiknya kondisi pasar modal, terutama pasar saham menjadi pendorong investor melakukan pencairan dana. Aksi profit taking ini dilakukan menyusul kembalinya indeks harga saham gabungan (IHSG) ke level 6.000 sejak bulan lalu.
"Banyak investor yang melakukan aksi ambil untung dengan cara mereka mencairkan reksa dana. Ini terjadi terutama pada reksa dana saham," kata Direktur Utama PT Paytren Asset Manajemen Ayu Widuri saat dihubungi Bisnis, Selasa (4/12).
Pada paruh kedua tahun ini, kinerja industri reksa dana memang cukup berfluktuasi seiring dengan tingginya volatilitas di pasar saham. Hal itu ditunjukkan dengan maraknya aksi pencairan dana sepanjang semester II/2018.
Pada pertengahan tahun, tepatnya periode Juni-Agustus investor reksa dana ramai-ramai melakukan pencairan, yakni Rp9,16 triliun pada Juni, dan senilai Rp3,14 triliun pada bulan berikutnya. Adapun, pada Agustus tercatat net redemption Rp740 miliar . (lihat tabel)
Namun, menurut Ayu, memasuki akhir tahun investor akan kembali masuk atau melakukan pembelian. Apalagi, pasar saham terus menunjukkan tren positif dengan berada pada level 6.100. Selain itu, momentum window dressing juga akan mendorong investor untuk melakukan aksi beli.
"Akhir tahun [Desember] akan banyak yang masuk. Tidak hanya di kami sendiri tapi juga di industri. Banyak juga yang mulai melakukan investasi secara berkala," ujarnya.
Presiden Direktur PT BNP Paribas Investment Partners Vivian Secakusuma menilai, meskipun banyak investor melakukan pencairan sepanjang November, kondisi industri reksa dana masih cukup positif.
Menurutnya, saat ini investor telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai investasi. Jadi, ketika pasar saham tertekan investor memanfaatkannya untuk melakukan pembelian, begitu juga sebaliknya.
"Pola atau tingkah laku investor sebenarnya masih tetap sama. Memang ada yang redemption, tapi pada saat indeks turun yang melakukan pembelian lebih banyak lagi," kata dia.
Namun demikian, baik Paytren maupun BNP Paribas sejauh ini masih mencatatkan net subscription. BNP Paribas, kata Vivian, bahkan selalu mencatatkan net subscription selama satu tahun terakhir.
"Tahun ini kami sudah net subscription. Investasi di saham memang harus jangka panjang, karena memang ada risiko volatilitas. Ini perilaku investor kami," ujarnya.
Saham memang menjadi andalan bagi investor reksa dana pada tahun ini. Apalagi, terjadi tekanan pada reksa dana dengan underlying asset surat utang karena adanya kenaikan suku bunga yang cukup agresif.
Head of Investment PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana meyakini, reksa dana saham akan banyak diburu oleh investor pada hari-hari terakhir tahun ini. Penyebabnya adalah perbaikan IHSG yang diharapkan mampu memberi cuan pada pergantian tahun.
Bahkan, dia memprediksi NAB reksa dana saham akan mencapai Rp150 triliun pada penutupan tahun. "Saham akan banyak diburu karena sejak bulan lalu sudah ada perbaikan. NAB reksa dana saham juga akan menjadi yang tertinggi pada akhir tahun," kata dia.
Dengan demikian, peluang untuk terjadinya net subscription pada Desember ini cukup terbuka. Apalagi, tren yang terjadi selama ini adalah investor selalu rajin berbelanja reksa dana pada akhir tahun.