Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak rebound dari penurunan bulanan terbesarnya dalam satu dekade setelah Rusia dan Arab Saudi setuju untuk memperpanjang kesepakatan mereka dalam hal mengendalikan pasar minyak mentah hingga tahun 2019.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak Brent untuk pengiriman Februari melonjak US$3,14 ke level US$62,60 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London, dan diperdagangkan di level US$62,51 per barel pada perdagangan Senin (3/12/2018) pukul 11.38 siang waktu Seoul.
Harga minyak Brent melonjak 5,3% di London, setelah ambrol lebih dari 20% bulan lalu. Kontrak Januari minyak Brent berakhir pada Jumat (30/11/2018) setelah turun 1,3%.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari hari ini melonjak US$2,92 atau 5,7% ke level US$53,85 per barel di New York Mercantile Exchange, level intra day tertingginya sejak 23 November, setelah anjlok sekitar 22% bulan lalu.
Dilansir dari Bloomberg, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan perpanjangan kesepakatan itu setelah mengadakan pertemuan dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, di sela-sela KTT G20 pada Sabtu (1/12/2018) waktu setempat, meskipun pemerintah Rusia dan Saudi belum mengonfirmasi pemangkasan produksi yang baru.
Sementara itu, melalui kantor berita milik negara, Arab Saudi menyatakan bahwa pemerintah Saudi dan Rusia telah mengadakan pembicaraan di Buenos Aires tentang "menyeimbangkan kembali" pasar minyak.
Meski kedua belah pihak berbicara tentang kemajuan dan perpanjangan kerja sama, tak satu pun dari keduanya membuat pernyataan resmi tentang volume output.
Harga minyak juga rebound setelah Alberta, provinsi penghasil minyak terbesar di Kanada, memerintahkan pembatasan minyak sebesar 325.000 barel per hari demi meredakan krisis di industri energi negara tersebut dan setelah AS dan China sepakat untuk menghentikan pengenaan tarif baru.
Langkah yang diumumkan pada Minggu (2/12) tersebut akan mengurangi produksi minyak mentah dan bitumen sebesar 8,7% mulai Januari hingga tingkat kelebihan minyak dalam penyimpanan menurun. Pengurangan itu kemudian akan turun menjadi 95.000 barel per hari hingga akhir tahun depan paling lambat.
Harga minyak mentah telah terbenam ke dalam kondisi bearish bulan lalu akibat tertekan kekhawatiran seputar kelebihan pasokan setelah pemerintah AS memberikan keringanan kepada sejumlah negara untuk terus mengimpor minyak Iran.
Para pedagang saat ini menantikan apakah Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu-sekutunya akan membatasi output dalam pertemuan mereka pekan ini di Wina untuk menstabilkan harga.
Kendati sejumlah delegasi OPEC mengatakan bahwa para pemimpin telah memberikan restu mereka untuk adanya kesepakatan, masih banyak pekerjaan tersisa terkait minyak, di antaranya mengenai ukuran setiap potensi pemangkasan output.
“Saat kita masih perlu mengetahui seberapa banyak OPEC akan membatasi produksi, komentar Putin menyingkirkan halangan bagi OPEC untuk menstabilkan harga karena Rusia telah ambigu tentang sikapnya,” ujar Ahn Yea Ha, analis komoditas di Kiwoom Securities Co.
“Pada saat yang sama, minyak telah didukung oleh meredanya ketegangan perdagangan antara AS dan China karena hal ini meningkatkan sentimen investor untuk aset-aset berisiko."