Bisnis.com, JAKARTA -- Saham sektor perbankan menjadi buruan para investor, di tengah masih tingginya volatilitas market. Selain perbankan, sektor konsumsi juga menjadi idola para investor memasuki kuartal terakhir tahun ini.
Equity Online Trading Departement PT Samuel Sekuritas Indonesia Wahyu Widodo menjelaskan, saham perbankan yang diburu oleh investor adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Permata Tbk. (BNLI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI).
Padahal sebelumnya, saham yang dilirik investor Samuel Sekuritas adalah sektor konsumsi seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) dan sektor konstruksi. Namun perlahan dua sektor itu dikalahkan oleh perbankan.
"Sektor perbankan masih menjadi buruan utama investor, ini terjadi sejak memasuki kuartal IV/2018. Adanya sentimen suku bunga baik dari The Fed maupun dari Bank Indonesia," jelasnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (10/10/2018).
Beberapa pekan lalu, bank sentral kembali menaikkan suku bunga acuan. Kebijakan ini secara tidak langsung mempengaruhi pergerakan saham emiten perbankan, yang pada saat bersamaan bergerak ke zona merah sehingga banyak investor melakukan aksi beli.
Wahyu menilai, saham emiten perbankan memang cukup sensitif terhadap kebijakan global. Namun pemulihan saham sektor ini tak butuh waktu lama. Inilah yang menguatkan keyakinan investor untuk masuk ke sektor perbankan.
"Investor juga masih menunggu berita dari The Fed dan BI selanjutnya seperti apa. Pengaruh dollar AS dan kemungkinan suku bunga naik. Ini terus dipantau [oleh investor sebelum melakukan aksi beli]," ujarnya.
Investor yang cukup aktif bertransaksi di Samuel Sekuritas online trading adalah ritel yang mencapai 60%. Selain perbankan, saham sektor pertambangan batu bara juga menjadi idola investor dalam beberapa hari terakhir. Ini tak terlepas dari sektor tersebut yang dianggap cukup prospektif sejalan dengan penguatan dolar AS, di mana mayoritas batu bara dipasarkan di luar negeri.
Senada, Presiden Direktur PT Indo Premier Sekuritas Moloenoto menambahkan, bank menjadi saham yang cukup menarik untuk dikoleksi. Terutama, emiten perbankan yang termasuk ke dalam kapitalisasi pasar jumbo alias big cap.
"Kalau volatilitas market masih seperti ini saham big caps menjadi pilihan terbaik. Dan untuk sektornya yang cukup ramai ditransaksikan adalah perbankan saat ini," kata dia.
Dia menjelaskan, saat market bergerak tidak menentu saham jumbo termasuk perbankan menjadi pilihan terbaik. Sebab saham-saham ini dianggap memiliki likuiditas yang cukup baik. Dengan kata lain, saat terjadi masalah di market investor bisa menjual sahamnya dengan mudah.
Ini berbeda dengan saham-saham di luar big caps yang biasanya kurang terserap investor saat terjadi gejolak di pasar saham. Menurutnya, tren ini selalu terjadi saat market mengalami tekanan.
"Saat pasar jatuh kemudian naik, itu yang paling cepat pulih big caps. Dengan market seperti ini orang tidak berani ambil small cap. Takutnya kalau ada apa-apa susah dijual," tegasnya.
Sementara itu, Direktur PT Danareksa Sekuritas Boumediene Sihombing menilai saham sektor ritel konsumsi masih cukup menjanjikan untuk dikoleksi pada akhir tahun ini.
Sektor ini, kata dia, berkaitan dengan pendapatan dan belanja masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat masih akan terus melakukan belanja konsumsi dalam kondisi apapun sehingga emiten sektor ini diprediksi berhasil mencatatkan kinerja positif.
"Kalau emiten konsumsi target profitnya masih tinggi ini masih cukup diminati dan masih sangat menarik. Sejauh ini minat investor juga baik," kata dia.
Berdasarkan data Bloomberg, perbankan memang menjadi salah satu sektor yang paling banyak ditransaksikan, setidaknya oleh tiga perusahaan sekuritas dengan nilai transaksi terbesar sepanjang bulan lalu.
Saham perbankan yang sering diperdagangkan antara lain PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), BBRI, dan BBCA.
Sedangkan sektor di luar perbankan yang cukup diminati oleh pelaku pasar adalah sektor telekomunikasi yakni PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. alias PGAS.