Bisnis.com, JAKARTA – Harga aluminium naik melampaui titik tertinggi selama 3 bulan, memperpanjang reli hingga lima sesi berturut-turut karena kekhawatiran akan penutupan kilang alumina terbesar di dunia yang berlokasi di Brasil sehingga memicu potensi penyusutan pasokan untuk logam industri itu.
Norsk Hydro mengatakan pada Rabu (3/10) bahwa perusahaan itu akan menahan produksinya tanpa batasan waktu dan memberhentikan pegawainya yang berjumlah 4.700 di kilang Alunorte di Brasil itu, yang sejak Maret sudah beroperasi hanya dengan kapasitas 50% karena gangguan lingkungan.
Harga aluminium untuk kontrak teraktif tiga bulan di London Meta Exchange (LME) tercatat naik 1% menjadi US$2.228 per ton setelah sempat naik ke US$2.246 per ton, tertinggi sejak 15 Juni. Harga logam itu sudah naik 4,2% dalam semalam, kenaikan harian terbesar sejak April.
Analis Argonaut Securities Helen Lau mengatakan bahwa penutupan kilang aluminium Alunorte akan memperburuk pengetatan pasokan karena untuk menantikan pengilangan lain untuk kembali beroperasi akan membutuhkan waktu yang lama.
“Kami memperkirakan harga alumina juga akan lanjut naik,” ujarnya, dilansir dari Reuters, Kamis (4/10/2018). Harga alumina telah membukukan kenaikan hingga 13% sepanjang tahun ke US$460 per ton. Sementara itu, aluminium LME tercatat turun 1,8% secara year-to-date (ytd).
Keputusan Norsk Hydro juga memicu penutupan tambang bauksit Paragominas, yang turut menjadi penyuplai Alunorte, dan akan ikut memicu penutupan smelter aluminium Albras yang terdekat dari Paragominas.
Baca Juga
Dari harga logam industri lainnya, tembaga mencatatkan kenaikan 0,6% menjadi US$6.304,50 per ton dan seng naik 0,6% menjadi US$2.666,50 per ton. Pasar China, sebagai salah satu konsumen terbesar, masih tutup untuk libur nasionalnya selama sepekan penuh.
Dari sisi permintaan tembaga, ekspansi China ke luar negeri akan semakin melebar hingga ke luar benua yang menjadi rumah dari separuh populasi dunia sehingga berpotensi mendorong penggunaan tembaga hingga 1,6 juta ton, naik 7% secara tahunan.
Selain itu, International Nickel Study Group menyebutkan bahwa permintaan nikel secara global diperkirakan naik 2,42 juta ton pada 2019, dibandingkan dengan proyeksi kenaikan menjadi 2,35 juta ton pada 2018.
Adapun, faktor lainnya berasal dari penguatan dolar AS ke titik tertinggi selama 11 bulan di hadapan yen dan berdiri menguat di hadapan seluruh lawannya, terdorong oleh penguatan data ekonomi AS dan komentar bernada hawkish dari Kepala Federal Reserve AS Jerome Powell.