Bisnis.com, JAKARTA – Harga aluminium reli dua hari berturut-turut dan menyentuh level tertingginya sejak pertengahan Juni karena investor dan konsumen masih menimbang penyusutan pasokan dari penutupan pabrik pengolah alumina di Brasil Norsk Hydro ASA yang menambah kekhawatiran akan kemerosotan pasokan global.
Pada perdagangan Kamis (4/10/2018), harga aluminium yang terbuat dari alumina itu mengalami kenaikan 1,8% menjadi US$2.246 per ton di London Metal Exchange (LME) melanjutkan kenaikan 4,15% pada sesi perdagangan hari sebelumnya.
Analis UBS Group AG Daniel Morgan mengatakan bahwa penutupan pabrik Norsk selama 12 bulan akan menjadi adalah satu penyebab utama defisit pasokan di pasar alumina sehingga akan semakin menekan sektor pasar aluminium.
Kapasitas bebas di luar China jumlahnya saat ini tidak banyak dan tidak bisa ditingkatkan dalam jangka pendek. Gangguan dari Alunorte akan semakin menambah kekacauan di pasar aluminium yang sudah bergejolak sepanjang tahun ini setelah adanya sanksi dari AS kepada perusahaan aluminium raksasa Rusia United Co. Rusal.
Selain itu, China yang tengah mengupayakan pembersihan lingkungannya dengan menurunkan produksi sejumlah logam industri juga turut memberi dampak bagi smelter alumina di negara perekonomian teratas Asia itu.
“Harga alumina akan terus volatile dalam jangka pendek dengan risiko yang ada cenderung mendorong harga terus terangkat,” ujar Sunil Koul, analis Goldman Sachs Group Inc., dikutip dari Bloomberg, Kamis (4/10/2018).
Koul menambahkan bahwa kenaikan harga alumina akan mendorong biaya operasi bagi smelter aluminium, yang saat ini bahkan sudah beroperasi dengan margin negatif sehingga memaksa sentimen Goldman pada aluminium bahwa harganya bisa mencapai US$2.300 per ton pada akhir 2018.
Saham produsen alumina di Asia juga mengalami lonjakan. Alumina, rekanan Alcoa Inc. dalam kerjasama perusahaan alumina, melonjak hingga menyentuh titik tertinggi sejak 2008. Kemudian, South32 Ltd. mengalami kenaikan 7,3%. Adapun, di Hong Kong, Aluminium Corp odf China Ltd. stabil setelah melonjak 7,8%.
Norsk Hydro ditutup sementara setelah satu-satunya wilayah yang bisa digunakan untuk mengolah bahan sisanya ditutup karena kapasitasnya sudah penuh.
Perusahaan itu telah terjebak dalam kesulitan dalam beroperasi di Brasil setelah adanya dugaan tumpahan ke bendungan yang menyebabkan perusahaan tersebut harus berurusan dengan hukum, dengan otoritas meminta Norsk untuk hanya beroperasi dengan kapasitas 50%.
Belum ada indikasi yang jelas dari perusahaan itu mengenai waktu untuk kembali memulai tambang itu yang ditutup bersamaan dengan tambang bauksitnya.