Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moody's Sebut Penurunan Harga CPO Ganggu Kualitas Kredit Emiten

Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service melaporkan penurunan harga minyak kelapa sawit atau CPO membuat kualitas kredit perusahaan terkait, seperti  PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA), mengalami tantangan.
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA—Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service melaporkan penurunan harga minyak kelapa sawit atau CPO membuat kualitas kredit perusahaan terkait, seperti  PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA), mengalami tantangan.

Analis Moody's Maisam Hasnan menyampaikan, harga minyak kelapa sawit sejak awal 2018 hingga September sudah menurun 14% menjadi 2.065 ringgit per ton. Ini menjadi level terendah sejak 2015.

"Penurunan harga CPO akan menghadirkan tantangan peringkat kredit bagi produsen minyak sawit, khususnya bagi perusahaan di Indonesia dan Malaysia," paparnya dalam laporan, Kamis (4/10/2018).

Indonesia (Baa2 stabil) dan Malaysia (A3 stabil) memproduksi sekitar 85% pasokan CPO global. Diharapkan kebijakan masing-masing pemerintah dapat memertahankan kebijakan yang mendukung industri kelapa sawit.

Hasnan menyebutkan, pelemahan harga CPO akan menjadi tantangan bagi peringkat kredit empat perusahaan sawit yang Moody's nilai dalam 12-18 bulan ke depan. Namun, potensi peningkatan CPO akan mendukung profil kredit perseroan dalam jangka menengah dan panjang.

Empat perusahaan itu ialah Sawit Sumbermas Sarana (B1 stabil) dan Tunas Baru Lampung (Ba3 stabil) dari Indonesia, serta Sime Darby Plantation (Baa1 stabil) dan IOI Corporation (Baa2 stabil) dari Malaysia.

Profil pendapatan masing-masing perusahaan berbeda. SSMS mengandalkan 90% lebih pemasukannya dari bisnis di sektor hulu. Adapun, TBLA hanya sekitar 15% pendapatan dari bisnis hulu, sedangkan sektor hilir berkontribusi lebih dari 50%.

Ada tiga faktor yang dapat menekan harga CPO ke depannya. Pertama, meningkatnya pasokan dan persediaan di Indonesia serta Malaysia, kedua, kenaikan tarif dan pembatasan negara importir besar seperti India. Ketiga, pelemahan harga minyak kedelai sebagai komoditas subtitusi.

Namun demikian, konsumsi CPO diperkirakan akan tetap solid di negara-negara berpenduduk besar seperti Indonesia, India, dan China seiring dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara. Tingkat permintaan ini mendukung peringkat kredit perusahaan produsen CPO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper