Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertikaian Tarif Impor Memanas, Wall Street Tertekan

Indeks S&P 500 di bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) mencatat persentase penurunan terbesarnya sejak akhir Juni, saat investor melancarkan aksi jual di tengah laporan keuangan yang mengecewakan dan eskalasi kekhawatiran tarif global.
Suasana di bursa saham Wall Street.
Suasana di bursa saham Wall Street.

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks S&P 500 di bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) mencatat penurunan terbesarnya sejak akhir Juni, saat investor melancarkan aksi jual di tengah laporan keuangan yang mengecewakan dan eskalasi kekhawatiran tarif global.

Pada perdagangan Rabu (15/8/2018), indeks S&P 500 ditutup melemah 0,76% atau 21,59 poin di level 2.818,37. Adapun indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,54% atau 137,51 poin di level 25.162,41 dan indeks Nasdaq Composite berakhir melorot 1,23% atau 96,78 poin di level 7.774,12.

Perusahaan teknologi asal China Tencent Holdings Ltd. melaporkan penurunan laba pertamanya dalam hampir 13 tahun, sekaligus memberikan tekanan pada sektor teknologi AS. Saham teknologi menjadi penekan terbesar pada S&P 500 dan Nasdaq, dengan indeks teknologi S&P 500 turun 1,1%.

Sementara itu, saham ritel turun dengan saham Macy's Inc merosot 15,9% akibat kekhawatiran investor atas marjin perusahaah. Kekhawatiran ini membayangi penjualan dan laba perusahaan yang lebih kuat dari perkiraan.

Laporan keuangan perusahaan AS untuk kuartal kedua sebagian besar terlihat lebih kuat dari yang diharapkan, dengan 79,1% mengalahkan ekspektasi analis, menurut data Thomson Reuters I/B/E/S.

Sementara itu, isu pertikaian perdagangan memanas saat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menggandakan tarif pada sejumlah impor asal AS, dan China mengajukan keluhan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) melawan kebijakan perdagangan Amerika.

Sektor industri yang sensitif terhadap isu tarif pun turun 0,5%, dengan saham Caterpillar Inc dan Boeing Co membebani Dow Jones.

“Kombinasi kekhawatiran yang meluas dari Turki serta kemungkinan perlambatan China telah menggoyahkan pasar di seluruh dunia,” ujar JJ Kinahan, chief market strategist di TD Ameritrade, dikutip Reuters.

Indeks energi S&P 500 turun 3,5% setelah penurunan harga minyak mentah diperburuk oleh lonjakan tak terduga dalam jumlah persediaan minyak AS. Indeks energi membukukan persentase penurunan terbesar sejak 5 Februari.

Sementara itu, turunnya harga logam menyeret sektor material, yang berakhir turun 1,6%. Indeks logam dan pertambangan S&P 1500 pun turun 4,8%.

Menambah sentimen bearish bagi logam dan saham adalah penguatan dolar AS. Indeks dolar sempat menyentuh level tertingginya dalam 13 bulan sebelum mengakhiri sesi dengan pergerakan flat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper