Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Jepang (BOJ) memotong pembelian obligasi untuk pertama kalinya sejak Februari 2018. Otoritas moneter Jepang tersebut mengambil untung dari menurunkan yield global yang dibawa oleh risiko politik di Eropa dan tensi perdagangan.
BOJ memangkas pembelian utang jatuh tempo bertenor 5 hingga 10 tahun sebesar 20 miliar yen (US$183 miliar) menjadi 430 miliar yen pada Jumat (1/6/2018). Yield obligasi Jepang bertenor 10 tahun melonjak hingga 1,5 bps menjadi 0,045% setelah keputusan tersebut. Sementara itu, sesuai perkiraan analis, yen melemah.
Pengurangan pembelian obligasi tersebut berhasil mengejutkan pasar. Pasalnya, analis sempat memperkirakan bahwa BOJ akan sangat berhati-hati di dalam mengambil langkah pembalikan arah kebijakan stimulus longgar.
Oleh karena itu, reaksi dari mata uang Negeri Sakura pada Jumat (1/6/2018) memperlihatkan bahwa pesan tanpa henti dari Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda yang menyatakan bahwa bank sentral masih jauh dari target inflasi 2% dan tidak akan memulai penghentian stimulus longgar dalam waktu dekat, telah hilang.
“Ini merupakan kemenangan bagi BOJ, memberikan konsensus kepada pasar bahwa BOJ tidak dapat bertindak selama ada kewaspadaan terhadap apresiasi yen,” kata Naoya Oshikubo, Strategis Suku Bunga di Barclays Securitites Japan Ltd, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (1/6/2018).
Dia menambahkan, reaksi terbatas di dalam yen akan membuka jalan untuk penghentian pembelian obligasi kedepannya.
Adapun pergerakan obligasi reli secara global di tengah-tengah kekacauan politik di Italia dan kebangkitan tensi perang dagang antara AS dan mitranya.
Imbal hasil obligasi Jepang bertenor 10 tahun sempat melemah 0,025% pada Selasa (29/5/2018) ke level terendahnya sejak April 2018. Adapun kini, yield obligasi Jepang berangsur naik, menjadi 0,045% pada pukul 1.22 siang di Tokyo, Jumat (1/6/2018).
“Pemotongan ini memberikan katalis yang bagus karena yield menghadapi tekanan penurunan,” lanjut Oshikubo.
Sementara itu, Direktur NBC Financial Markets Asia Ltd. David Lu, menyatakan, pelemahan yen menjadi 0,3% menjadi 109,4 terhadap greenback pada Jumat (1/6/2018) lebih disebabkan pasar yang tengah mengantisipasi rilis data tenaga kerja AS.
Di sisi lain, Naomi Mugurama, Ekonom Senior di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities menilai, pemotongan pembelian obligasi bukanlah tanda-tanda dari normalisasi kebijakan. BOJ diperkirakan masih akan tetap dengan kebijakan stimulus longgarnya karena pencapaian inflasi masih jauh dari target bank sentral sebesar 2%.
“Tidak ada pelaku pasar obligasi yang berpikir demikian, bahwa BOJ mengirimkan sinyal normalisasi. Langkah hari ini bisa saja diartikan berbeda jika inflasi Jepang bergerak ke arah target 2%,” katanya.
Kuroda menyatakan pekan lalu, BOJ akan mulai mengkomunikasikan waktu untuk keluar dari kebijakan stimulus longgar ketika inflasi dan lingkungan ekonomi membaik.
Data bulan lalu menunjukkan, perolehan harga konsumen pada April yang mengecualikan harga makanan segar hanya naik 0,7%, tidak sampai setengahnya.