Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah mempertahankan reboundnya dan berakhir terapresiasi tajam pada perdagangan hari ini, Jumat (11/5/2018), sekaligus memimpin penguatan mata uang di Asia.
Rupiah ditutup menguat 0,88% atau 124 poin di Rp13.960 per dolar AS, setelah rebound saat dibuka dengan apresiasi 56 poin atau 0,40% di Rp14.028 per dolar AS.
Kinerja mata uang Garuda rebound setelah berakhir lemah menembus level Rp14.000 per dolar AS pada tiga hari perdagangan berturut-turut sebelumnya. Pada perdagangan Rabu (9/5), sebelum libur Kenaikan Isa Al masih, rupiah berakhir melemah 32 poin atau 0,23% di posisi 14.084.
Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak pada level Rp13.960 – Rp14.060 per dolar AS.
Menurut Analis Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail, pergerakan rupiah hari ini didorong melemahnya imbal hasil obligasi AS serta kemungkinan dinaikkannya tingkat suku bunga BI 7-DRR dalam waktu dekat.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan BI akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas, melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang.
“Dengan mempertimbangkan hal tersebut, BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan [7 Days Reverse Repo],” katanya dalam pernyataan resmi, Jumat (11/5/2018).
Agus menambahkan respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas.
Selain itu, BI juga akan konsisten mendorong berjalannya mekanisme pasar secara efektif dan efisien, sehingga ketersediaan likuiditas baik di pasar valuta asing dan pasar uang tetap terjaga dengan baik.
Operasi moneter di pasar valuta asing tetap akan dilakukan untuk meminimalkan volatilitas nilai tukar agar keyakinan pelaku ekonomi dapat dipastikan tetap terjaga.
Menurutnya, operasi moneter di pasar uang akan terus dilakukan untuk memastikan ketersediaan likuiditas rupiah yang memadai dan terjaganya stabilitas suku bunga di pasar uang, dalam koridor yang sejalan dengan sikap kebijakan moneter BI.
“Bank Indonesia memprioritaskan stabilitas mata uang di atas pertumbuhan. Bank sentral saat ini diperkirakan akan menaikkan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,50% pada 17 Mei, dan kemungkinan besar akan menaikkan tingkat kebijakan lebih lanjut pada bulan Juni,” ujar Tamara Henderson dari Bloomberg Economics.
Unggul di Asia
Tak tanggung-tanggung, rupiah mencatat penguatan terkuat jauh mengungguli sejumlah mata uang di Asia sore ini. Penguatan rupiah diikuti won Korea Selatan dan baht Thailand yang masing-masing terapresiasi 0,33%.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau lanjut turun 0,10% atau 0,091 poin ke level 92,559 pada pukul 16.52 WIB.
Sebelumnya indeks dolar dibuka dengan kenaikan tipis 0,072 poin atau 0,08% di level 92,722. Adapun pada perdagangan Kamis (10/5), indeks berakhir melemah 0,42% atau 0,390 poin di posisi 92,650.
Dilansir Bloomberg, mata uang Asia, obligasi, dan saham menguat setelah rilis data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan menekan imbal hasil obligasi AS sekaligus mendorong spekulasi langkah pengetatan moneter secara bertahap oleh The Federal Reserve.
CPI inti, tidak termasuk komponen makanan dan energi, naik 0,1% pada April 2018 dibandingkan dengan bulan sebelumnya, serta lebih kecil dari proyeksi median ekonom untuk kenaikan sebesar 0,2%.
Kondisi ini cenderung akan mendukung kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS The Federal Reserve secara bertahap, alih-alih lebih agresif.
“Penurunan pada imbal hasil AS telah membawa stabilitas ke pasar mata uang Asia, menyusul rilis data [inflasi] AS semalam. Kinerja pasar ekuitas positif juga membantu,” kata Dushyant Padmanabhan, currency strategist di Nomura.