Bisnis.com, JAKARTA — Pelemahan nilai tukar rupiah berlanjut pada perdagangan hari ketiga berturut-turut, Selasa (8/5/2018), saat mayoritas mata uang Asia tertekan terhadap dolar AS.
Rupiah ditutup melemah 0,36% atau 51 poin di Rp14.052 per dolar AS, level terendah sejak Desember 2015, setelah dibuka dengan depresiasi tipis 3 poin atau 0,02% di Rp14.004 per dolar AS.
Pada perdagangan Senin (7/5), rupiah berakhir melemah 56 poin atau 0,40% di posisi 14.001. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak pada level Rp14.004 – Rp14.052 per dolar AS.
Rupiah memimpin pelemahan mayoritas mata uang di Asia sore ini. Pelemahan rupiah diikuti dolar Singapura dan baht Thailand yang masing-masing terdepresiasi 0,24%.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau lanjut menguat 0,36% atau 0,334 poin ke level 93,083 pada pukul 17.26 WIB.
Sebelumnya indeks dolar dibuka turun 0,024 poin atau 0,03% di level 92,725. Adapun pada perdagangan Senin (7/5), indeks berakhir menguat 0,20% atau 0,183 poin di posisi 92,749.
Dilansir Bloomberg, rupiah melemah ke level terendahnya sejak Desember 2015 menjelang pengumuman keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai kesepakatan nuklir Iran pada hari ini waktu setempat.
Trump telah berulang kali mengancam akan menarik diri dari kesepakatan itu, yang berisikan persetujuan bagi Iran untuk membatasi aktivitas nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi, kecuali delegasi sejumlah negara Eropa yang juga menandatangani kesepakatan tersebut memperbaiki apa yang disebutnya sebagai kelemahan dalam perjanjian.
“Saya akan mengumumkan keputusan saya tentang Kesepakatan Iran besok dari Gedung Putih pada pukul 2 siang,” tulis Trump dalam akun Twitter-nya pada Senin (7/5), seperti dilansir dari Reuters.
Menurut Shusuke Yamada, chief Japan FX Strategist di Bank of America Merrill Lynch, pasar mata uang melihat pengumuman mengenai Iran sebagai potensi risiko.
Kenaikan imbal hasil obligasi AS dan data ekonomi yang solid juga telah mendorong dolar dalam beberapa pekan terakhir. Sementara itu, data payroll AS yang dirilis pada Jumat (4/5) menunjukkan kekuatan mendasar pada pasar tenaga kerja yang mendukung ekspektasi stabilnya kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve.
“Penguatan dolar AS, keputusan [tentang] Iran, dan data CPI AS mendatang adalah fokus utama untuk mata uang Asia,” kata Khoon Goh, head of Asia research di ANZ di Singapura.
“Kekuatan dolar terus memberikan tekanan pada mata uang Asia lainnya dengan rupiah menembus level psikologis 14.000,” tambah Goh.