Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Sentuh Level Terendah Sejak Desember 2015

Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahannya terhadap dolar AS pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Senin (7/5/2018), saat seluruh mata uang Asia tertekan terhadap dolar AS.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahannya terhadap dolar AS pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Senin (7/5/2018), saat seluruh mata uang Asia tertekan terhadap dolar AS.

Rupiah ditutup melemah 0,40% atau 56 poin di Rp14.001 per dolar AS, level terendah sejak Desember 2015, setelah dibuka dengan depresiasi tipis 4 poin atau 0,03% di Rp13.949 per dolar AS.

Pada perdagangan Jumat (4/5), rupiah berakhir melemah tipis 6 poin atau 0,04% di posisi 13.945. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak pada level Rp13.949 – Rp14.003 per dolar AS.

Seluruh mata uang di Asia terpantau melemah sore ini, dipimpin rupee India sebesar 0,42%, diikuti rupiah dan peso Filipina yang terdepresiasi 0,35%.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat 0,25% atau 0,233 poin ke level 92,799 pada pukul 17.15 WIB.

Sebelumnya indeks dolar dibuka dengan kenaikan tipis 0,022 poin atau 0,02% di level 92,588. Adapun pada perdagangan Jumat (4/5), indeks berakhir menguat 0,16% atau 0,152 poin di posisi 92,566.

Dilansir Bloomberg, mata uang Asia melemah saat dolar AS bergerak pada kisaran level tertingginya dalam empat bulan dan harga minyak acuan naik menembus level US$70 per barel, sehingga menambah ketegangan bagi importir energi di seluruh kawasan.

Harga minyak WTI kontrak Juni 2018 menguat 1% atau 0,70 poin ke level US$70,42 per barel pada pukul 17.23 WIB.

Meskipun Presiden AS Donald Trump belum mengumumkan apakah negaranya akan menarik diri dari kesepakatan antara Iran dan sejumlah negara lain seiring tenggat waktu 12 Mei yang semakin dekat, para pejabat pemerintah AS sedang memposisikan untuk negosiasi.

“Fokus utama pedagang pekan ini akan memantau lebih lanjut tanda-tanda stabilisasi dalam aktivitas ekonomi Eropa serta data AS, yang bisa menunjukkan apakah The Fed berubah menjadi lebih hawkish, dan perkembangan geopolitik terkait Iran,” ujar Sim Moh Siong, currency strategist di Bank of Singapore.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro