Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minim Investasi, Produksi Batu Bara Terhambat

Di samping faktor tekanan dari upaya pemerintah dalam memerangi polusi, Bank Track berpandangan bahwa penurunan output batu bara terjadi karena kurangnya pembiayaan pada industri batu bara.
Alat berat dioperasikan untuk membongkar muatan batu bara dari kapal tongkang, di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/4/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Alat berat dioperasikan untuk membongkar muatan batu bara dari kapal tongkang, di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/4/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – Di samping faktor tekanan dari upaya pemerintah dalam memerangi polusi, Bank Track berpandangan bahwa penurunan output batu bara terjadi karena kurangnya pembiayaan pada industri batu bara.

Menurut organisasi yang fokus pada sektor keuangan global, Bank Track menghimpun data bahwa dengan semakin meningkatnya kekhawatiran terhadap perubahan iklim, pemberi pinjaman mengalami penyusutan dana untuk industri tersebut menjadi US$14,9 miliar pada 2016 dari US$22,5 miliar pada 2015.

“Setidaknya 15 bank terbesar memiliki kebijakan yang mencegah berinvestasi dalam proyek batu bara,” paparnya, dikutip Bisnis dari Bloomberg, Rabu (2/5).

Adapun, JP Morgan Chase & Co, HSBC Holdings Plc, dan Credit Suisse Group AS tidak akan mendanai tambang baru, sementara Societe Generale SA dan Deutsche Bank AG melangkah lebih jauh dengan larangan pinjaman untuk pembangkit listrik tenaga batu bara.

Ternyata bukan hanya bank, investor besar juga semakin banyak yang membalikkan punggung mereka pada batu bara. Pada 2012, kelompok aktivis memulai pergerakan divestasi iklim. Sejauh ini, ada lebih dari 850 institusi berkomitmen untuk menghentikan investasi batu bara.

“Tekanan pada industri investasi untuk mengurangi jumlah modal yang kami sediakan untuk industri batu bara mengalami peningkatan,” kata Nick Stansbury, fund manager at Legal & General Group Lc, pengelola aset pensiun terbesar di AS.

“Itu akan menyebabkan industri ini menghadapi kenaikan biaya modal,” lanjutnya.

Bahkan produsen besar yang memiliki dana yang cukup dalam membangun proyek tanpa dukungan bank tidak tertarik menambah persediaan. BHP yang berbasis di Melbourne telah mengatakan bahwa dunia tengah memerangi perubahan iklim dengan mengurangi emisi berbahaya.

Adapun, menurut Anglo American, pembakaran batubara akan semakin diperebutkan oleh pemerintah dan konsumen hingga penggunaan bahan bakar itu akhirnya akan menurun.

Perusahaan tambang dunia tersebut memangkas produksi hingga 20% di lima tahun terakhir dan tidak akan menghabiskan lebih banyak uang untuk menambang batu bara.

Sementara itu, BHP Billiton Ltd, yang kebanyakan menambang batu bara kokas yang digunakan untuk membuat baja, berencana lebih fokus pada komoditas seperti minyak dan tembaga.

“Sebanyak 1 miliar ton batu bara di pasar akan mengalami defisit kecil pada 2021 dan berkembang menjadi 15 juta ton pada 2022,” papar BMO Capital Markets, seperti dilansir dari Bloomberg, Rabu (2/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper