Bisnis.com, JAKARTA – China meluncurkan futures minyak mentah pertama kalinya pada Senin (26/3/2018) dalam upaya untuk bersaing dengan kekuatan yang lebih besar terhadap minyak WTI dan Brent.
Harga futures minyak berjangka yuan untuk pengiriman September di Shanghai International Energy Exchange (INE) diperdagangkan di level 432,2 yuan (US$68,48) per barel pada pukul 09.45 waktu setempat. Harga dibuka di level 440,20 yuan (US$69,70) per barel pada pukul 09.01 waktu setempat.
Sementara itu, kontrak yang sama dari dua patokan utama minyak berdemoniasi dolar, yaitu Brent di London dan West Texas Intermediate di New York, masing-masing diperdagangkan pada level US$68,72 per barel dan US$64,37 per barel.
Keinginan Cina untuk membuka pasar domestik telah meningkat ketika impor minyak mentah negara itu meledak. Tahun lalu, impor China telah melampaui AS sebagai pembeli minyak asing terbesar di dunia.
Sebagian analis menilai bahwa kontrak tersebut mungkin tidak hanya membantu merebut sebagian kendali atas penetapan harga dari tolok ukur internasional.
Akan tetapi, kontrak dalam denominasi yuan juga dapat mempromosikan penggunaan mata uangnya dalam perdagangan global, sebuah tujuan jangka panjang utama bagi ekonomi terbesar di Asia tersebut.
Baca Juga
“China telah menggunakan kontrak ini dengan cara yang inovatif untuk mengisi kekosongan dari suara yang mewakili pembeli di Asia,” kata Li Li, analis komoditas ICIS-China.
“Dengan peluncuran ini, pasar akan lebih memperhatikan tingkat permintaan China,” lanjutnya.
Pendapat bullish juga disampaikan oleh manajer hedge fund Adam Levinson yang mengatakan bahwa upaya awal dari 'petro-yuan' akan menjadi 'cerita besar' dan meningkatkan penggunaan mata uang China dalam perdagangan global.
Menurut keterangan bursa INE, hal pertama bagi pasar komoditas ialah mengizinkan investor asing untuk memperdagangkan futures secara langsung.
Untuk menarik lebih banyak partisipasi, China berencana untuk membebaskan pajak penghasilan untuk individu dan lembaga di luar negeri. Sekitar 19 broker asing telah terdaftar untuk memperdagangkan kontrak pada pekan lalu.
Sementara itu, pendapat skeptis menilai, rintangan seperti kontrol modal, risiko peraturan, dan intervensi pasar dalam sekuritas China lainnya telah membuat investor pesimistis tentang prospek berjangka Shanghai sebagai penyetel harga regional.
Hambatan serupa telah membuat investor asing menjadi pemain kecil di pasar saham dan obligasi negara tersebut. Di samping itu, minyak mentah berjangka yang diuji di Singapura dan Jepang juga telah memudar menjadi tidak jelas karena likuiditas rendah.
“Sulit untuk melihatnya menjadi penggerak utama harga minyak dalam jangka pendek hingga menengah,” kata Daniel Hynes, ahli strategi komoditas senior di Australia & New Zealand Banking Group.
“Saya masih berpikir ada keengganan umum dari investor global untuk memperdagangkan kontrak berbasis China,” tambahnya.
Bagi regulator China, upaya ini diharapkan pada masa depan akan berfungsi sebagai alat manajemen risiko untuk perusahaan minyaknya dan dijadikan sebagai referensi harga bagi para pelaku industri serta membantu membuka pasar keuangan negara.