Bisnis.com, JAKARTA — PT Kimia Farma (Persero) Tbk. menargetkan anak usaha baru di Arab Saudi, PT Kimia Farma Dawaa, mampu berkontribusi 20% terhadap pendapatan perseroan tahun ini.
Direktur Utama Kimia Farma Honesti Basyir mengatakan bahwa anak usaha baru tersebut sebelumnya membukukan pendapatan Rp100 miliar per tahun. Oleh karena itu, tahun ini pihaknya menargetkan Kimia Farma Dawaa mampu berkontribusi 20% hingga 30% terhadap pendapatan konsolidasi.
Honesti menjelaskan bahwa perseroan akan mengembangkan Kimia Farma Dawaa dengan membuka gerai ritel dan penjualan grosir. Ke depan, pihaknya menginginkan anak usaha tersebut dapat membuka pabrik manufaktur baru.
“Kami akan segera mengirim tim untuk meninjau lebih lanjut pengembangan pabrik. Sebagai gambaran, biaya pembangunan pabrik Kimia Farma di Banjaran, Jawa Barat, membutuhkan investasi sekitar Rp1,3 triliun,” ujarnya di Jakarta, Senin (5/3/2018).
Seperti diketahui, emiten berkode saham KAEF itu melakukan akuisisi dengan penyertaan modal atau investasi sebesar Rp130 miliar. Aksi korporasi tersebut dilakukan dengan skema pemesanan saham baru Dawaa Medical Limited Company, anak usaha, Marei Bin Mahfouz (MBM).
Dengan adanya akuisisi tersebut, Dawaa berubah nama menjadi PT Kimia Farma Dawaa. Anak usaha tersebut resmi beroperasi setelah kedua belah pihak meneken shareholder agreement di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (5/3/2018).
Baca Juga
Honesti mengatakan ekspansi tersebut sekaligus mendukung program pemerintah Indonesia dalam melayani kebutuhan jemaah haji. Menurutnya, kebutuhan pelayanan kesehatan jemaah haji terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Di sisi lain, Honesti menyebut akuisisi Dawaa merupakan langkah awal perseroan dalam mengembangkan pasar ke Timur Tengah dan Afrika. Setelah membuka sejumlah gerai ritel, Kimia Farma Dawaa juga berencana membuka pabrik manufaktur obat di Arab Saudi.
Dia menyebut prospek bisnis kesehatan di Arab Saudi sangat menjanjikan. Diperkirakan, nilai pasar farmasi di negara itu akan menembus US$20 miliar pada 2020.
Saat ini, sambungnya, pangsa pasar ekspor perseroan masih sangat kecil. Tercatat, kontribusi penjualan ekspor hanya 2% dari penjualan 2017.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan 2017 yang dirilis, Senin (5/3), Kimia Farma membukukan penjualan Rp6,12 triliun pada tahun lalu. Pencapaian tersebut tumbuh 5,33% dibandingkan dengan 2016 Rp5,81 triliun.
Menurut catatan KAEF, lini produk obat ethical atau obat resep masih mendominasi penjualan pada 2017 dengan kontribusi 51,0%. Persentase tersebut meningkat dari kontribusi periode 2016 sebesar 49,7%. Pada 2017, terjadi penurunan kontribusi pendapatan di lini produk obat generik. Kategori tersebut menyumbangkan penjualan 20,3% pada tahun lalu atau turun dari periode sebelumnya 29,1%.
Pertumbuhan kontribusi pendapatan justru terjadi pada lini produk obat over the counter (OTC). Tercatat, jenis obat tersebut berkontribusi 19,0% pada 2017 atau lebih tinggi dari 2016 sebesar 12,4%.
Dengan demikian, KAEF mengantongi laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp326,78 miliar pada 2017. Jumlah tersebut tumbuh dibandingkan dengan 2016 Rp267,41 miliar.