Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan tambang mineral PT Vale Indonesia Tbk., (INCO) melaporkan kerugian sebesar US$15,27 juta pada 2017. Pasalnya, operasional perseroan terbebani biaya bahan bakar dan batu bara.
CEO dan Presiden Direktur INCO Nico Kanter menyampaikan, perusahaan memperoleh pendapatan senilai US$629,33 juta pada 2017. Nilai itu meningkat 7,74% year on year (yoy) dari sebelumnya US$584,14 juta.
Namun, beban pokok pendapatan melonjak menuju US$622,78 juta dari 2016 senilai US$550,02 juta. Alhasil, laba bruto perusahaan menurun menjadi US$6,55 juta dari sebelumnya US$34,12 juta.
“Biaya bahan bakar dan batu bara meningkat masing-maasing 36% dan 39%. Kedua barang konsumsi ini merupakan item biaya terbesar Vale,” paparnya dalam siaran pers, Selasa (27/2/2018).
Perusahaan membukukan rugi sebesar US$15,27 juta dari perolehan laba pada 2016 senilai US$1,91 juta. Namun, nilai kerugian tersebut menurun dari semester I/2017 yang mencatatkan rugi US$21,5 juta akibat rendahnya harga nikel.
Untungnya, harga nikel relatif rebound pada paruh kedua 2017. Rerata harga penjualan nikel matte INCO pada tahun lalu mencapai US$8.106 per ton, meningkat dari 2016 senilai US$7.396 per ton.
Baca Juga
Kanter menyebutkan, pada 2017 perusahaan merealisasikan belanja modal sejumlah US$68,5 juta, naik dari tahun sebelumnya sebesar US$60,6 juta. Dana digunakan untuk pemeliharaan operasional.
Produksi nikel matte setahun penuh 2017 mencapai 76.807 ton, turun 1% yoy dari 2016 sebesar 77.581 ton. Sebetulnya volume bijih yang diproses mengalami peningkatan, tetapi karena kadar lebih rendah volume pembuatan nikel matte menurun.
Sementara itu, liabilitas perusahaan pada 2017 menurun menjadi US$365,19 juta dari sebelumnya US$390,90 juta. Liabilitas jangka pendek juga berkurang menuju US$129,30 juta dari 2016 sebesar US$131,99 juta.
Ekuitas perseroan menurun sedikit menjadi US$1,82 juta dari sebelumnya US$1,83 juta. Adapun, aset INCO mencapai US$2,18 juta pada 2017, terkoreksi dari 2016 sebesar US$2,22 juta.