Bisnis.com, JAKARTA – Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai harga nikel telah bergerak melampaui faktor fundamentalnya.
Taye Shim, Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menuturkan sepanjang tahun berjalan, harga nikel menguat 17,6%. Harga nikel pun sempat menembus level US$12.000 per ton.
Tiga faktor yang mendorong lonjakan harga nikel, yakni pembangunan konstruksi di China yang mendongkrak permintaan bahan baku baja tahan karat, gangguan pasokan di Filipina dan Indonesia, serta meningkatnya permintaan nikel seiring dengan booming kendaraan listrik (electric vehicle).
"Penggunaan nikel telah meningkat karena harga relatif rendah. Sekarang, produsen baterai menggunakan lebih banyak nikel, seperti nikel cobalt mangan (NCM811) untuk mengurangi biaya produksi," paparnya dalam riset yang dikutip Bisnis, Rabu (15/11).
Kendati demikian, Shim menilai lonjakan harga nikel baru-baru ini tidak dapat dibenarkan. Menurut Shim, ada tiga faktor yang mendasari penilaian tersebut.
Pertama, penggunaan nikel di masa depan akan meningkat tetapi masih butuh waktu. Pasalnya, baterai komposit nikel yang lebih tinggi masih dalam proses pengembangan.
Baca Juga
"Kedua, pasokan dan permintaan nikel yang tidak seimbang atau sedikit defisit tetapi persediaan masih berlimpah," tuturnya.
Ketiga, lebih dari 60% nikel digunakan dalam stainless steel. Sementara itu, jumlah nikel yang digunakan dalam baterai tidak signifikan, hanya mencakup sekitar 3%.
"Kesimpulannya, produksi massal EV dan komposisi baterai barunya mungkin menguntungkan nikel di masa depan, tetapi sulit dalam waktu dekat. Pertanyaannya, apakah booming kendaraan listrik adalah pendorong utama harga nikel naik atau tidak," pungkasnya.