Bisnis.com, JAKARTA -- Harga bijih besi diperkirakan cenderung melemah menuju US$60 per ton pada 2018.
Berdasarkan laporan National Australia Bank (NAB) yang dikutip Bloomberg pada Kamis (2/11), pertumbuhan permintaan baja China cenderung mengalami tren melambat akibat penurunan aktivitas kontruksi di negara konsumen terbesar secara global itu.
Tim analis NAB memaparkan pertumbuhan harga rumah di Negeri Panda telah melambat secara signifikan dan aktivitas konstruksi mungkin mendingin.
Kelanjutan tren ini akan memperlambat peningkatan konsumsi baja pada akhir 2017 dan 2018. Perlambatan pertumbuhan konsumsi baja China turut menekan penyerapan bijih besi sebagai bahan baku utama.
Baca Juga
"Kami memperkirakan harga bijih besi pada 2018 cenderung melemah menuju US$60 per ton,” papar tim analis NAB, seperti dikutip dari Bloomberg, (2/11).
Pada penutupan perdagangan Kamis (2/11), harga bijih besi kadar 62% di bursa Dalian kontrak teraktif Januari 2018 naik 4,5 poin atau 1,04% menuju 437 yuan (US$66,15) per ton. Sepanjang 2017 harga merosot 32,97% dari penutupan 30 Desember 2016 di posisi 652 yuan (US$93,95) per ton.