Bisnis.com, LONDON--Produksi minyak OPEC pada September 2017 meningkat 50.000 barel per hari (bph) akibat penambahan pasokan dari Irak dan Libya.
Berdasarkan Survei Reuters yang dikutip Minggu (1/10/2017), meningkatnya produksi OPEC pada bulan lalu membuat realisasi kepatuhan pemangkasan suplai turun menjadi 86% dibandingkan Agustus 2017 sebesar 89%.
Sebagai informasi, OPEC dan non-OPEC sepakat memangkas produksi sebesar 1,8 juta bph pada Januari 2017-Maret 2018. Perjanjian ini bertujuan mengurangi melimpahnya persediaan di pasar global. Dalam perjanjian tersebut, OPEC sendiri berjanji memangkas produksi sejumlah 1,2 juta bph menjadi 32,5 juta bph.
"Volume produksi pada September 2017 mencapai 32,72 juta bph, atau sekitar 970.000 di atas target [pemangkasan produksi] yang disesuaikan karena tidak mengikutsertakan Indonesia dan Guinea Khatulistiwa," papar survei Reuters.
Dengan menambahkan pasokan Guinea Khatulistiwa, produksi OPEC pada bulan lalu mencapai 32,86 juta bph. Jumlah ini naik 50.000 bph dari Agustus 2017.
Menurut survei, dua anggota OPEC yang dibebaskan dari kesepakatan, yakni Nigeria dan Libya tidak terlalu membebani produksi pada September 2017. Sebelumnya volume produksi kedua negara mencapai level tertinggi pada Juli 2017.
Pada bulan lalu, Libya memompa tambahan 50.000 bph akibat pembukaan ladang minyak Sharara setelah sebelumnya diblokade. Total volume produksi masih stabil di bawah 1 juta bph.
Adapun di Nigeria, produksi merosot 30.000 bph pada bulan lalu. Sentimen yang utama yang menekan pasokan ialah pernyataan Royal Dutch Shell akan terjadinya force majeure terhadap ekspor minyak mentah.
Sementara itu, produksi Irak meningkat 40.000 bph karena bertambahnya ekspor dari wilayah Kurdi. Arab Saudi juga memacu pasokan baru sebesar 20.000 bph untuk memenuhi permintaan pembangkit listrik di dalam negeri secara musiman.