Bisnis.com, JAKARTA--Harga gula berpotensi merosot ke level US$12 sen per pon pada akhir 2017 akibat proyeksi surplus pasokan di pasar global.
Pada perdagangan Rabu (6/9) pukul 15.44 WIB, harga gula di Bursa ICE New York untuk kontrak Oktober 2017 merosot 0,06 poin atau 0,43% menuju US$13,97 sen per pon.
Sepanjang tahun berjalan harga gula telah merosot 28,90%. Kondisi itu berbanding terbalik dengan lonjakan harga gula sebesar 30,48% pada 2016 setelah mengalami tren bearish sejak 2010.
Baca Juga
Senior Research and Analyst Asia Trade Point Futures (ATPF) Andri Hardianto menyampaikan, merosotnya harga gula akan menguntungkan negara importir, seperti Indonesia.
Mengutip data Bank Dunia, Negeri Khatulistiwa menerima 3,4 juta ton gula pada musim 2016—2017 dan menjadi importir kedua terbesar di pasar global setelah China yang menyerap 6 juta ton.
Besarnya impor gula Indonesia sejalan dengan permintaan sektor industri makanan dan minuman yang terus tumbuh. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) memperkirakan industri ini mampu tumbuh 8% pada tahun ini.
“Kondisi harga gula yang terus turun berdampak positif bagi Indonesia selaku importir,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (5/9).
Dalam jangka panjang, sambung Andri, sentimen surplus pasokan akan membayangi pasar gula global. Oleh karena itu, harga cenderung tertekan menuju US$12 sen per pon pada akhir 2017.
Menurutnya, kenaikan produksi gula Brasil dan India ditopang oleh faktor cuaca yang kondusif untuk tanaman tebu.