Bisnis.com, JAKARTA—Harga minyak kelapa sawit atau CPO mengalami peningkatan untuk pertama kalinya sepanjang 2017 pada bulan Juli sebesar 11,18% menjadi 2.675 ringgit atau US$625 per ton. Bagaimana pergerakannya pada Agustus 2017?
Research and analyst PT Monex Investindo Futures Putu Agus Pransuamitra menuturkan, pertumbuhan harga CPO periode Juli 2017 sebesar 11,18% menjadi kenaikan bulanan pertama pada tahun ini. Sebelumnya pada semester I/2017, harga CPO setiap bulannya mengalami penurunan.
Pada penutupan perdagangan Senin (31/7) pukul 10.51 WIB, harga CPO di bursa Malaysia kontrak teraktif Oktober 2017 naik 20 poin atau 0,75% menuju 2.675 ringgit (US$625) per ton. Sepanjang tahun berjalan harga terkoreksi 16,87%.
Menurutnya, harga CPO naik signifikan karena pasar merespons pertumbuhan ekspor Malaysia. Berdasarkan data Intertek Testing Services pengapalan pada Juli 2017 naik 4,1% dari bulan sebelumnya menjadi 1,19 juta ton.
Data tersebut terbilang cukup mengejutkan karena pasar memprediksi konsumsi CPO cenderung melemah setelah perayaan Idul Fitri pada akhir Juni 2017. Pasalnya, negara-negara importir, terutama yang berpenduduk mayoritas muslim, sudah menggenjot permintaan menjelang Ramadan.
Faktor permintaan juga ditopang proyeksi bertumbuhnya konsumsi di India dan China, sebagai dua importir terbesar di dunia. Peningkatan penyerapan terjadi karena masing-masing negara mempersiapkan festival akbar, yakni Diwali pada 19 Oktober 2017 dan perayaan Musim Gugur pada 4 Oktober 2017.
Selain itu, harga CPO terdorong sentimen minyak kedelai sebagai komoditas kompetitor. Adanya proyeksi penurunan produksi membuat harga minyak kedelai berada di level US$34,81 sen per pon, atau area tertinggi sejak Maret 2017.
“Dua faktor yang menopang harga CPO dalam waktu dekat, yakni bertumbuhnya ekspor CPO Malaysia dan kenaikan harga minyak kedelai,” tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (31/7/2017).
Menurut Putu, dengan mempertimbangkan faktor fundamental dari suplai dan permintaan, peningkatan harga kedelai, memanasnya harga minyak, serta tertekannya dolar AS, harga CPO diperkirakan berpeluang melanjutkan tren menguat pada Agustus 2017.
Pada bulan Agustus 2017, harga CPO berpeluang menembus level 2.700 ringgit per ton dan melanjutkan kenaikan menuju 2.820 ringgit per ton. Adapun posisi terendah harga CPO terbatas di level 2.450 ringgit per ton.
Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, harga CPO berpeluang menguat karena adanya kebutuhan baru di China dalam bentuk program B5. Program ini direncanakan China akan menciptakan kebutuhan CPO baru sebesar 9 juta ton per tahun.
Indonesia, sebagai eksportir CPO terbesar di dunia, sudah berjanji untuk memenuhi kebutuhan program B5 China. Tahun lalu, Negeri Panda menyerap 3,8 juta ton CPO dari Indonesia.
Dari sisi suplai, ada kemungkinan produksi Indonesia pulih menjadi 32 juta ton pada 2017 dari tahun sebelumnya sebesar 28 juta ton. Pasokan baru dari Malaysia juga berpotensi naik menuju 20 juta ton dibandingkan 2016 sejumlah 18 juta ton.
“Prospek pertumbuhan suplai menekan harga setiap bulannya. Namun, masih ada kemungkinan gangguan cuaca dari El Nino, sehingga produksi belum pulih,” ujarnya.
Bila faktor gangguan cuaca mereda, penambahan volume produksi berpotensi memberikan tekanan terhadap harga. Deddy memprediksi pada Agustus 2017 harga CPO bergerak di dalam rentang 2.600 ringgit—2.700 ringgit per ton.