Bisnis.com, JAKARTA – Pasar minyak diperkirakan akan kembali seimbang pada kuartal keempat tahun ini, bahkan ketika tingkat produksi di Libya dan Nigeria serta produsen minyak shale mengalami kenaikan.
Menurut Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al-Falih, upaya global untuk mengurangi produksi minyak mentah sejak awal tahun ini membantu tingkat pasokan dan permintaan bergerak ke arah yang benar.
“Namun demikian, akan memerlukan waktu untuk melihat dampaknya di pasar karena persediaan minyak telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir,” kata Khalid Al-Falih, dalam wawancara dengan surat kabar Asharq al-Awsat, dikutip Bloomberg (Senin, 19/6/2017).
Perkiraan bahwa pasar minyak akan kembali seimbang pada kuartal keempat telah memperhitungkan kenaikan produksi minyak shale. Kenaikan produksi minyak mentah dari Libya dan Nigeria disebut tidak menimbulkan ancaman karena tingkat kenaikan dari kedua negara ini masih dalam batas yang ditetapkan oleh kesepakatan Aljazair sebesar 500.000 barel per hari (bph).
Menurut sumber tekait, produksi minyak Libya telah mencapai sekitar 900.000 bph. Berdasarkan data Bloomberg, negara yang kerap mengalami kisruh politik ini memompa produksinya pada tingkat tertinggi dalam empat tahun.
Seperti diketahui, Arab Saudi dan anggota organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) lainnya berikut sejumlah produsen non-OPEC mencapai kesepakatan pemangkasan produksi di Aljazair pada bulan September tahun lalu demi menahan kelebihan suplai global dan menopang harga.
Meski demikian, Libya dan Nigeria dibebaskan dari kesepakatan tersebut karena menurunnya produksi akibat perang bersaudara. Kesepakatan OPEC yang mulai berlaku sejak awal tahun ini pun kemudian diperpanjang hingga akhir Maret 2018.
“Dalam kesepakatan pemangkasan produksi, OPEC dan mitranya tidak menargetkan harga minyak tertentu. Volatilitas di pasar minyak disebabkan oleh spekulasi,” kata Al-Falih.
Ditambahkan olehnya, jumlah persediaan minyak di darat dan di laut telah menurun. Minyak yang tersimpan pada fasilitas apung (floating marine facilities) berada di titik terendah sejak 2014 setelah turun 50 juta barel.
Sementara itu, jumlah persediaan di negara-negara yang tergabung dalam organisasi untuk kerja sama dan pembangunan ekonomi (OECD) turun 65 juta bph dari puncaknya pada Juli 2016.