Bisnis.com, JAKARTA — Pengerekan suku bunga dalam pertemuan Federal Reserve sudah diperkirakan, sehingga pasar cenderung menantikan arah kenaikan lanjutan. Sentimen ini akan memengaruhi pergerakan rupiah dalam jangka pendek, meskipun cenderung terbatas.
Pada penutupan perdagangan Rabu (14/6), nilai tukar rupiah menguat 14 poin atau 0,11% ke level Rp13.277 per dolar AS setelah diperdagangkan pada kisaran Rp13.272 - Rp13.293 per dolar AS. Kurs tengah dipatok di level Rp13.286 per dolar AS.
Research and Analyst PT Monex Investindo Futures Agus Chandra menyatakan peluang pengerekan suku bunga dalam Federal Open Market Committee (FOMC) pada Rabu (14/6) waktu setempat sudah melebihi 90%, sehingga sudah diantisipasti pasar. Artinya, investor lebih berfokus menunggu proyeksi kebijakan Bank Sentral AS ke depan, terutama terkait pengerekan Fed Fund Rate (FFR) lanjutan.
“Pasar lebih menantikan proyeksi kebijakan-kebijakan lanjutan The Fed pada 2017 dan proyeksinya terhadap ekonomi AS,” tuturnya saat dihubungi, Rabu (14/6/2017).
Ada dua skenario yang bisa menjadi landasan bagi investor untuk menentukan langkah. Pertama, jika The Fed mengumumkan penaikkan FFR sebanyak 2 kali lagi pada 2017, sentimen ini dianggap hawkish sehingga pasar berpeluang mengalami fluktuasi sedangkan dolar AS mengalami penguatan yang kencang.
Skenario kedua, bila The Fed mengumumkan penaikkan FFR hanya 1 kali lagi pada 2017, langkah Bank Sentral ini bakal direspon sebagai sentimen yang dovish. Ada kemungkinan pasar menjadi lebih stabil, tetapi dolar AS mengalami pelemahan.
Baca Juga
Menurut Agus, mata uang rupiah juga berpeluang mengalami fluktuasi jika The Fed menjalankan skenario hawkish. Sampai akhir pekan mata uang Garuda cenderung tertekan menuju posisi Rp13.430 per dolar AS.
Namun, jika hasil FOMC dinilai dovish mata uang rupiah masih stabil di bawah area Rp13.350 per dolar AS. Pergerakan rupiah cenderung solid di area tersebut sejak awal 2017.