Bisnis.com, JAKARTA— Emiten pelayaran pengangkutan barang curah PT Trans Power Marine Tbk. menganggarkan belanja modal US$3 juta pada tahun ini, sebagian besar untuk keperluan perbaikan atau docking armada kapal perseroan.
Rudy Sutiono, Direktur Keuangan Trans Power Marine, mengatakan bahwa sejauh ini perseroan belum memiliki rencana untuk menambah armada kapal baru.
Oleh karena itu, nilai belanja modal perseroan relatif tidak jauh berbeda dibandingkan tahun lalu yang sekitar US$3,2 juta. Pada tahun lalu pun anggaran belanja modal perseroan adalah untuk perbaikan dan pemeliharaan armada kapal.
“Sekitar 80% hingga 90% dari dana capex tahun ini untuk keperluan docking sekitar enam kapal kami. Nilai US$3 juta masih taksiran, plus minus bisa sekitar 10%,” katanya usai paparan publik, Jumat (19/5/2017).
Saat ini, jumlah armada kapal emiten dengan kode saham TPMA ini adalah sebanyak 35 set, masing-masing terdiri atas kapal tunda dan tongkang. Tingkat utilisasinya hingga saat ini mencapai 100%.
Selain itu, perseroan juga memiliki tiga unit crane terapung dengan tingkat utilisasi sekitar 80%-90%.
Menurutnya, turunnya tingkat utilisasinya karena lemahnya aktivitas eskport pada semester pertama 2016 dan baru membaik mulai kuartal ketiga. Hal ini berpengaruh pada turunnya aktivitas transshipment.
Meski belum memiliki rencana khusus untuk menambah armada kapal tahun ini, Rudy tidak menutup kemungkinan perseroan akan berubah pikiran dan memutuskan menambah armada tahun ini.
“Kami wait and see dulu. Kami lihat peluangnya, seandainya mau tambah pun mungkin bukan kapal yang baru yang kita beli, tetapi yang bekas yang harganya lebih murah,” katanya.
Menurutnya, harga per satu set kapal tongkang dan tunda adalah sekitar Rp15 miliar. Saat ini, armada yang dimiliki perseroan pun sudah hampir tidak dapat memenuhi kebutuhan pengangkutan yang diterima perseroan.
Adapun, 80%--90% aktivitas pengangkutan perseroan adalah pada komoditas batu bara, sisanya pada wood chip untuk eksport pada perusahaan bubur kertas.
Aktivitas pertambangan batu bara saat ini semakin meningkat sehingga turut mendorong permintaan kapal pengangkut.
Di sisi lain, tuturnya, margin keuntungan yang diperoleh perseroan bila harus menyewa kapal dari pihak ketiga untuk memenuhi permintaan pengangkutan saat ini sudah sangat kecil, hanya sekitar 2%.
Pasalnya, kebanyakan kapal pihak ketiga saat ini sudah memiliki pekerjaan. Padahal, sebelumnya margin keuntungan dari penyewaan kapal melalui pihak ketiga bisa mencapai 10% hingga 15%.
Hal ini menjadi pertimbang perseroan untuk menambah armada sekiranya permintaan melonjak drastis.
Sejak tahun lalu, perseroan memutuskan untuk lebih banyak mengandalkan armada sendiri daripada menyewa dari pihak ketiga karena alasan tersebut.
Hal tersebut juga menjadi alasan turunnya pendapatan perseroan pada tahun lalu dibandingkan 2015 mencapai 34%, dari US$50,4 juta menjadi US$33,2 juta.
“Kita tetap buka peluang pembukaan jalur baru dan membeli kapal baru kalau ada kebutuhan jalur baru seperti ke Sulawesi dan pulau lain. Kemungkinan kita akan beli, tetapi bekas,” katanya.
Menurutnya, mayoritas kontrak perseroan berasal dari pelanggan tetap yang sudah cukup lama bermitra dengan perseroan.
Akhir-akhir ini, volume pengangkutan dari pada pelanggan tetap tersebut terus meningkat, sehingga bisnis perseroan tetap tumbuh kendati tidak mendapatkan pelanggan baru.