Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang yen menguat ke level tertinggi sejak November 2016 akibat meningkatnya permintaan terhadap aset safe haven menjelang debat kandidat calon Presiden Prancis dan merosotnya imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Pada perdagangan Selasa (4/4) pukul 16:18 WIB, mata uang yen naik 0,33% menjadi 110,52 per dolar AS. Ini merupakan level tertinggi sejak 17 November 2016, di mana JPY/USD berada di posisi 110,12.
Shigeki Yoshitoshi, head of Japan foreign-exchange and commodities sales Australia & New Zealand (ANZ) Bank Group Ltd., di Tokyo, menyampaikan yen mengalami penguatan terhadap seluruh mata uang utama akibat meningkatnya pembelian investor terhadap aset safe haven atau lindung nilai.
Faktor utama yang menimbulkan kecemasan ialah meningkatnya dukungan suara untuk capres Prancis yang anti Uni Eropa, yakni Marine Le Pen. Kelima capres Prancis melaksanakan debat pada Selasa (4/4).
Menurut data Ifop Daily Poll pada Senin (3/4), dua calon yang paling diunggulkan, yakni Emmanuel Macron dan Le Pen masing-masing mendapatkan suara sementara sebesar 26% dan 25,5%.
"Investor beralih ke aset lindung nilai setelah jajak pendapat menunjukkan peningkatan suara untuk Le Pen, sehingga yen menghijau," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (4/4/2017).
Baca Juga
Meningkatnya permintaan yen juga disebabkan merosotnya imbal hasil obligasi pemerintah AS jangka waktu 10 tahun (US 10-year rate) pada Senin (3/4) sebesar 2,32%. Ini merupakan level terendah sejak Februari 2017.
Merosotnya imbal hasil seolah mengabaikan data manufaktur AS yang cukup apik. Data ISM Manufacturing PMI periode Maret 2017 sebesar 57,2%, turun sedikit dari bulan sebelumnya senilai 57,7%.
Sean Callow, senior strategist Westpac Banking Corp., di Sydney, menambahkan pergerakan USD/JPY biasanya paling sensitif terhadap pergerakan sentimen soal suku bunga AS dan yield treasury 10 tahun.
"Fakta penurunan yield di tengah solidnya data ISM menimbulkan kekecewaan bagi yang mencapi momen rebound USD/JPY pada awal tahun fiskal Jepang," paparnya.
Nordine Naam, analis perusahaan investasi Natixis, memaparkan penguatan yen tidak lepas dari pelemahan dolar AS seiring dengan kebijakan proteksionis Presiden Donald Trump dan penurunan treasury yield 10.
Di sisi lain, pasar mulai meragukan kemampuan sang presiden anyar dalam merelisasikan janji-janjinya saat kampanye. Pasalnya, parlemen menolak usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang diusung Trump dan Partai Republik.
Dalam jangka pendek dan menengah, nilai tukar USD/JPY akan ditentukan oleh US 10-year rate. Jika yield gagal menembus level 2,6% dan kembali ke 2,3%, maka yen akan stabil di posisi 110 per dolar AS.
Menurut Naam, imbal hasil obligasi pemerintah AS akan kembali meningkat seiring dengan lancarnya rencana stimulus Trump dalam rapat kongres pada kuartal II/2017. Selanjutnya, penaikkan kembali Fed Fund Rate (FFR) membuat dolar AS mengalami penguatan dan menekan sejumlah mata uang utama lainnya.
Federal Reserve diproyeksikan melakukan pengerekan suku bunga tiga kali masing-masing sebesar 25 basis poin pada tahun ini. Sementara pada 2018, peluang pengerekan suku bunga lanjutan masih cukup terbuka. "Sampai 2018 ada kemungkinan kenaikan FFR sebanyak 6 kali," paparnya.
Naam memprediksi indeks dolar AS dapat semakin meningkat menuju 101,9 pada akhir tahun 2017. Dalam waktu yang sama, yen terjerembab ke posisi 119 per dolar AS.
Shin Kadota, senior strategist Barclays di Tokyo, menambahkan investor juga beralih kepada aset haven menjelang pertemuan antara Presiden Trump dan Presiden China, serta peristiwa bom bunuh diri di St. Petersburg, Rusia.
Pertemuan antara Trump dengan Presiden China Xi Jinping akan berlangsung pekan ini pada 6-7 April 2017 di Florida. Ini akan menjadi pertemuan tatap muka pertama keduanya sejak Trump resmi menjabat pada 20 Januari.