JAKARTA — Penaikan imbal hasil surat utang negara yang cukup kencang dalam beberapa hari terakhir ini tidak menyurutkan emiten untuk menahan penerbitan surat utang.
Tiga perusahaan sekuritas menyatakan hingga saat ini belum ada korporasi yang menunda penerbitan surat utang. Meski imbal hasil surat utang negara (SUN) naik cukup kencang, yang dapat mengakibatkan cost of fund penerbitan obligasi meningkat, emiten masih bertahan untuk mengeluarkan obligasi pada November dan Desember 2016.
Budi Susanto, Direktur Danareksa Sekuritas, mengatakan efek Donald Trump bersifat sementara saja. Oleh karena itu, pelaku pasar tidak perlu khawatir terhadap pasar obligasi ke depan.
Kekhawatiran berlebih juga tidak terjadi di kubu korporasi yang akan mengeluarkan surat utang hingga akhir tahun ini. Menurut Budi, tiga korporasi dalam pipeline Danareksa yang hendak mengeluarkan obligasi masih mempertahankan rencana penerbitan. Total emisi obligasi dari tiga korporasi itu, dua di antaranya sektor perbankan dan infrastruktur, senilai hingga Rp4 triliun.
"Belum ada [yang menunda]. Danareksa kan salah satu yang aktif tahun ini," ucap Budi, Rabu (16/11).
Menurutnya, sentimen negatif yang menerpa pasar obligasi Indonesia bakal segera lenyap. Oleh karena itu, korporasi yang berencana mengeluarkan obligasi tidak perlu mengulur rencana penerbitan. Budi memprediksi masih ada beberapa korporasi yang akan mengeluarkan surat utang hingga akhir tahun ini, bila menilik jumlah obligasi jatuh tempo November dan Desember 2016 yang cukup besar. Kemungkinan mereka mengeluarkan obligasi untuk refinancing obligasi jatuh tempo.
Dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia yang Bisnis olah, sepanjang November dan Desember 2016 terdapat 17 emisi obligasi senilai total Rp11,92 triliun dan US$30 juta. "Mereka bisa saja mengeluarkan bond, tapi harus bersaing dengan Hutama Karya. Sekarang ini ada liquidity premium dan lain-lain, tren yield lagi tinggi," kata Budi.
Kemarin, Hutama Karya membuka masa penawaran awal atas obligasi senilai Rp1 triliun.
PULIH
Senada, Deputy CEO PT RHB OSK Sekuritas Indonesia Iwanho memprediksi, terpaan sentimen negatif global ke pasar obligasi Indonesia tidak berlangsung lama. Dalam dua hari kemarin, imbal hasil berangsur pulih setelah pada Jumat pekan lalu naik kencang.
"Sampai sekarang belum ada korporasi yang mengatakan menunda penerbitan obligasi. Semua on track dengan rencana. Kami berharap situasi membaik, sentimen Trump ini sementara," ucapnya, Rabu (16/11).
RHB masih memiliki dua hingga tiga obligasi dalam pipeline-nya yang akan terbit selama sisa tahun ini. Total emisi obligasi dari sektor manufaktur, keuangan, dan properti itu sekitar Rp5 triliun.
Bahkan, beberapa korporasi yang hendak menggelar penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham masih bersikukuh untuk menjalankan rencana. Dalam pipeline RHB, terdapat beberapa korporasi yang berencana IPO saham pada semester I/2017, sebagian mengincar dana publik dalam ratusan juta dolar AS.
Sonny Thendian, Head of Fixed Income Sales & Trading PT Indo Premier Securities, mengatakan masih tersisa satu korporasi sektor perbankan di pipeline-nya yang berencana mengeluarkan surat utang pada November. Hingga kondisi pasar obligasi masih belum stabil, korporasi tersebut bertahan untuk mengeluarkan obligasi.
"Dia tidak bisa menunda atau mengulur penerbitan obligasinya karena buku yang dia pakai habis pada Desember tahun ini," katanya, Rabu (16/11).
Menurut Sonny, bila penawaran awal terjadi saat ini, penerbit obligasi harus menerima konsekuensi target emisi tidak tercapai atau mendulang permintaan kupon tinggi. Indo Premier membantu penerbitan banyak obligasi sepanjang tahun ini, terutama pada pertengahan tahun.
"Biasanya, memang November dan Desember penerbitan obligasi lebih sepi ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Kebetulan, setelah banyak obligasi di pipeline kami terbit, baru terjadi gejolak," tutur Sonny.