Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARGA CPO 4 Oktober: Ringgit Menguat, Sawit Melemah

Pergerakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terpantau melemah pada awal perdagangan hari ini, Selasa (4/10/2016), seiring dengan menguatnya mata uang ringgit Malaysia.
Buah kelapa sawit/Antara
Buah kelapa sawit/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terpantau melemah pada awal perdagangan hari ini, Selasa (4/10/2016), seiring dengan menguatnya mata uang ringgit Malaysia.

Kontrak berjangka CPO untuk Desember 2016, kontrak teraktif di Bursa Malaysia, melemah 1,75% atau 46 poin ke level 2.590 ringgit (US$628,30) per ton pada pukul 10.40 WIB.

Sementara itu, nilai tukar ringgit terpantau menguat 0,24% ke 4,1243 pada pukul 10.54 WIB. Akan tetapi, penguatan ringgit mendapat hadangan dari melesatnya dolar.

Pada pukul 10.46 WIB, indeks dolar menguat 0,2% atau 0,194 poin menuju 95,889. Angka ini merupakan level tertinggi sejak 20 September 2016.

Belum lama ini, Dorab Mistry, Eksekutif Godrej International Ltd., memaparkan harga CPO dapat menurun menuju 2.200 ringgit per ton dalam hingga November 2016. Faktor utama yang memengaruhinya ialah pemulihan produksi setelah terkoreksi sejak awal tahun akibat cuaca panas.

Minyak kelapa sawit, yang digunakan untuk berbagai kebutuhan mulai dari makanan hingga kosmetik dan bahan bakar, kembali memasuki periode bullish pada Agustus setelah menyusutnya persediaan di Indonesia dan Malaysia. Pasalnya, kekeringan akibat El Nino menganggu proses penanaman.

Persediaan di Malaysia merosot ke level terendah dalam lima tahun terakhir pada bulan lalu, yakni 1,46 juta ton. Menurut data Malaysian Palm Oil Council (MPOC), selain masalah produksi, menurunnya persediaan juga dipicu kenaikan ekspor.

Sementara itu, lanjut Mistry, persediaan di Indonesia pada Agustus meluncur ke 1,6 juta ton. Angka ini jauh di bawah titik tertinggi 5 juta ton pada November 2015.

"Namun, kini produksi sudah rebound sehingga bakal membebani harga. Bahkan tahun depan, pasar harus bersiap dengan produksi yang lebih meningkat," tuturnya.

Walaupun demikian, penurunan produksi CPO sepanjang tahun berjalan sudah jauh lebih parah dibandingkan estimasi sejumlah kalangan. Hal ini dinilai cukup mengejutkan pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper