Bisnis.com, JAKARTA—Penetapan 7-day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga acuan baru menggantikan BI Rate diyakini dapat mendukung realisasi bunga kredit di level single digit sesuai target pemerintah.
Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi pemberlakukan 7-day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga acuan mulai hari ini, Jumat (19/8/2016). Saat ini, BI Rate bertengger di 6,5%, sedangkan 7-day Reverse Repo Rate berada di level 5,25%.
“Angka 5,25% itu memang target yang kami pakai, sehingga target berikutnya untuk [bunga] kredit umum semua harus single digit,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jumat(19/8/2016).
Pada Juni 2017, atau sekitar 10 bulan dari sekarang, pemerintah menargetkan bunga kredit bisa berada di level 7% atau lebih rendah dari realisasi saat ini. Tak hanya itu, bunga deposito di lembaga pemerintah otomatis yang diberlakukan akan berkisar tak jauh berbeda dengan level 7-day Reverse Repo Rate.
Penurunan tingkat bunga kredit, lanjutnya, merupakan salah satu cara untuk memperbaiki ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah, terutama melalui kegiatan usaha kecil menengah (UKM).
Menurut dia, pihak yang paling dirugikan dan menjadi korban dari tingkat bunga kredit yang tinggi justru adalah UKM sekaligus masyarakat bawah, bukan korporasi atau masyarakat kelas atas.
Bahkan, penyebab tingginya gini ratio atau tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia ialah kegiatan UKM yang kurang berkembang karena terbebani oleh besarnya biaya bunga.
Seperti diketahui, perubahan suku bunga acuan itu merupakan hasil kesepakatan antara Bank Indonesia, pemerintah, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Maret 2016.
Bank Sentral memperkenalkan BI 7-Day Repo Rate agar kebijakan suku bunga dapat secara cepat memengaruhi pasar uang, perbankan, dan sektor riil. Instrumen baru itu sebagai acuan yang baru memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau diperdagangkan di pasar, serta mendorong pendalaman pasar keuangan.