Bisnis.com, JAKARTA--Mata uang yen kembali melonjak setelah Bank of Japan (BOJ) menahan diri dalam melancarkan stimulus dan memilih memperluas pembelian obligasi pemerintah untuk memacu perekonomian.
Pada penutupan perdagangan Jumat (31/7) pasangan JPY-USD meningkat 3,05% atau 3,21 poin menuju 102,06 per dolar AS. Angka ini merupakan level tertinggi dalam 20 hari terakhir.
Valentin Marinov, head of Group-of-10 currency strategy Credit Agricole SA’s, menyampaikan yen meningkat 3,1% pada awal Juli akibat risiko Brexit yang membuat investor beralih ke aset haven. Namun, ekspektasi penggenlontoran stimulus oleh BOJ membuat harga jatuh 7%.
Mata uang Negeri Sakura melonjak ke level tertinggi dalam 30 bulan terakhir, yakni 99,02 per dolar AS pada 24 Juni 2016. Namun, kurang dari sebulan harga telah anjlok ke posisi 107,49 per dolar AS pada 20 Juli 2016.
Pemerintah berharap nilai yen dapat berkurang untuk mencapai target inflasi 2% pada tahun ini. Salah satu caranya dengan menggelontorkan stimulus fiskal sebesar 28 triliun yen atau US$273 miliar, sesuai pernyataan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Namun, dalam rapat bank sentral yang berlangsung Kamis-Jumat (28-29/7), BOJ memutuskan cara lain untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Solusi itu ialah melakukan pembelian exchange traded funds/ ETF (dana di bursa) sebesar 6 triliun yen dan menyerap obligasi 80 triliun yen.
Di sisi lain, suku bunga tetap dipertahankan negatif, yakni -0,1%. Padahal, 32 dari 41 ekonom yang disurvei Bloomberg berpendapat BOJ bakal meluncurkan stimulus.
"Apa yang disampaikan BOJ sesuai dengan harapan pasar, sehingga kembali membeli yen," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (31/7/2016).
Sementara itu, indeks dolar jatuh ke posisi terendah dalam hampir dua bulan terakhir setelah pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II/2016 di bawah ekspektasi. Data tersebut sekaligus meminimalkan proyeksi kenaikan suku bunga The Fed pada tahun ini.