JAKARTA — Nilai transaksi broker di Bursa Efek Indonesia menyusut 10,58% month-on-month sepanjang Mei 2016 menjadi Rp218,71 triliun seiring dengan lesunya indeks harga saham gabungan yang bergerak di level konsolidasi.
Berdasarkan data Bloomberg, transaksi broker sepanjang Januari-Mei 2016 mencapai Rp1.2016,9 triliun. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari nilai transaksi broker Januari sebesar Rp200,03 triliun, Februari Rp236 triliun, Maret Rp260,27 triliun, April Rp244,61 triliun, dan Mei sebesar Rp218,71 triliun.
Total transaksi broker pada bulan lalu turun 10,58% dibandingkan dengan capaian April 2016. Realisasi tersebut melanjutkan tren penurunan nilai transaksi broker sejak April 2016 sebesar -6,01% MoM.
Sepanjang Mei 2016, perusahaan efek yang membukukan nilai transaksi perdagangan efek saham tertinggi adalah Credit Suisse Securities Indonesia dengan gross value sebesar Rp15,47 triliun. Nilai transaksi tersebut melesat 75% dibandingkan capaian April 2016 yang tercatat Rp8,84 triliun.
Lonjakan nilai transaksi tersebut didorong oleh aksi borong saham PT Matahari Departement Store Tbk. (LPPF) di pasar negosiasi lantaran dipicu oleh kabar pelepasan saham Asia Color Company Limited sebesar 4,3% dalam perusahaan Grup Lippo itu.
Pada 19 Mei 2016, saham LPPF diperjualbelikan di pasar negosiasi senilai Rp3 triliun. Credit Suisse sendiri tercatat membukukan gross value perdagangan saham LPPF senilai Rp5,65 triliun.
Selain itu, sekuritas ini juga memborong saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) senilai Rp1,34 triliun, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) Rp1,06 triliun.
Sejak Januari-6 Juni 2016, akumulasi nilai transaksi perdagangan saham sekuritas asal Swiss ini mencapai Rp57,07 triliun. Dengan capaian tersebut, Credit Suisse Securities Indonesia menjadi perusahaan efek dengan nilai transaksi terbesar ketiga setelah Morgan Stanley Indonesia Rp69,37 triliun dan UBS Securities Indonesia Rp66,62 triliun.
Lebih lanjut, perusahaan efek yang berada pada posisi kedua hingga kelima dengan nilai transaksi terbesar sepanjang Mei 2016 ditempati oleh Morgan Stanley Indonesia dengan gross value Rp12,46 triliun, UBS Securities Indonesia Rp11,66 triliun, Maybank Kim Eng Securities Rp10,35 triliun, dan Citigroup Securities Rp10,27 triliun.
LOKAL TERDEPAK
Sekuritas lokal terdepak dari jajaran 10 besar perusahaan efek dengan nilai transaksi terbesar. Dengan nilai transaksi sebesar Rp7,09 triliun dan Rp5,97 triliun, Mandiri Sekuritas dan MNC Securities hanya mampu menduduki posisi ke-11 dan ke-13 dari 109 sekuritas yang aktif bertransaksi di BEI. Pada Mei nilai transaksi broker Mandiri Sekuritas turun 27,05% sedangkan MNC Securities justru tumbuh 17,7% MoM.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menuturkan melorotnya transaksi broker sepanjang Mei 2016 dipicu oleh kondisi pasar yang kurang bagus. Sentimen negatif berasal dari realisasi kinerja emiten pada kuartal I/2016 di bawah ekspektasi pasar, pertumbuhan ekonomi 4,92%, serta spekulasi kenaikan Fed Fund Rate yang menekan nilai tukar rupiah.
"Indeks cenderung turun sejak 25 April sampai 20 Mei. Akhir Mei baru bergerak naik. Investor jadi sangat hati-hati, makanya transaksi agak lesu," kata Hans saat dihubungi Bisnis, Senin (6/6).
Menurutnya, penerapan aturan lima fraksi harga belum mampu mendongkrak nilai transaksi perdagangan saham di BEI. Aturan tersebut diproyeksi baru akan berpengaruh saat kondisi pasar mulai bullish.
Hans menilai transaksi broker yang cenderung sepi akan berlanjut pada bulan ini yang bertepatan dengan masa Ramadan.
"Pasar agak stuck pada zona konsolidasi, level resisten pada 4.920-4.900 dan level support 4.700-4.790," ujarnya.
Hans menambahkan periode Ramadan berpotensi mendongkrak kinerja emiten sektor perdagangan ritel, seperti RALS, LPPF, dan TELE. Apalagi, periode itu berkontribusi 30%-40% terhadap total penjualan emiten sektor ritel yang diperkirakan tumbuh 8%-10% sepanjang 2016.
Analis Reliance Securities Robertus Yanuar Hardy menuturkan nilai transaksi broker sepanjang Juni 2016 berpotensi kembali turun. Secara historis, lanjutnya, nilai transaksi saham selama masa Ramadan dan Lebaran cenderung rendah.
"Ramadan biasanya memang nilai transaksi menurun. Apalagi juga bertepatan dengan liburan musim panas, tentu banyak investor asing yang juga sudah mulai berlibur," tuturnya ketika dihubungi Bisnis, Senin (6/6).
Selain faktor tersebut, penguatan dolar AS yang menekan nilai tukar rupiah juga membuat investor asing berpikir dua kali untuk menambah investasinya di Indonesia. Apabila rupiah terus melemah, investor asing akan menderita kerugian kurs.
Pada penutupan perdagangan Senin (6/6), rupiah menguat 225 poin atau 1,65% ke level Rp13.370/US$. Kendati demikian, year-to-date return yang dibukukan masih tercatat -2,85%.